Jumat, 14 Mei 2010

MAKALAH. ANGGI FAQIH

MAKALAH

SEMINAR INTERNASIONAL PENDIDIKAN –MALAYSIA
PRESPEKTIF PENINGKATAN SUMBER DAYA MANUSIA ( SDM )
INDONESIA KEDEPAN
(Sub tema : Perkembangan Kurikulum di Indonesia )




OLEH.

M. Faqih Seknun.





MAHASISWA SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG. 2010.





PRESPEKTIF PENINGKATAN SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)
INDONESIA KEDEPAN
( Sub tema :Perkembangan Kurikulum di Indonesia )
Oleh. M. Faqih Seknun.S.Pd. M.Pd.

ABSTRACT

Indonesia Government trying to develop kuality of Human resources, through healty, economic and education problem. Our country is the big population after Chinese and India in the world. Knowdays the government always traying to increase Education by Curriculum and Implementation. The development of Curriculum in our country some of the change early from before Independent and after independent. It consist of three kinds from education system during the kolonial Government, are traditional, colonial and national system.. The colonial Government had clasification of system education in the curriculum, which the spesific of indonesian people school and study generaly in the pondok pesantren.and islamic knowledge, chinese and eropeans people in the other good places school. After Independent Indonesia government will be traying to prefect education through curriculum implementing, we know about Curriculum 1975, 1984, 1993 and the KBK and KTSP curriculum in the last of the prefect curriculum before.The content of Curriculum KBK and KTSP are flexibility to transform the value in the curriculum itself to the students through the teaching and learning processes in the class to train the students in micro level for all..

Keywords: Curriculum Develop in Indonesia Before and After Independent



PENDAHULUAN

Pemerintah Indonesia telah mempercepat pencanangan millennium Development Goals, yang semula tahun 2020 akan menjadi 2015. Millenium Development Goals adalah Era pasar bebas atau era globalisasi sebagai era persaingan Mutu atau Kualitas. Siapa yang berkualitas dialah yang akan maju dan mampu mempertahankan eksistensinya. Oleh karena itu, pembangunan sumberdaya manusia ( SDM ) perlu dipersiapkan ( Syafii Wan dalam Isjoni, dkk, 2008 ). Persolan pendidikan tidak hanya sekedar mempersiapkan anak didik untuk mampu hidup dalam masyarakat kini, tetapi mereka juga harus disiapkan untuk hidup di masyarakat yang akan datang, yang semakin lama semakin sulit diprediksi. Indonesia sebagai Negara berpopulasi tertinggi ke – 4 tentunya memiliki tantangan yang nyaris yang sama dengan negara China dan India. Problem kesehatan dan pendidikan selalu dijadikan parameter untuk mengukur kesejahteraan rakyat di suatu Negara. Indonesia dengan 274 juta dimana diantaranya terdapat 51 juta siswa dan 2,7 juta guru di lebih dari 293.000 sekolah, serta 300.000 dosen dilebih dari 2.700 perguruan tinggi yang tersebar di 17.508 pulau, 33 provinsi, 461 kabupaten/kota, 5.263 Kecamatan, dan 62.806 desa. Tentunya juga memiliki tantangan khusus di bidang pendidikan. Untuk menuju suatu kemajuan bangsa dan negara dalam hal ini, tidak terlepas dari bagaimana mendesain kurikulum sampai implementasinya.

PEMBAHASAN

I. SEJARAH KURIKULUM.
Pengembangan teori kurikulum tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangannya. Perkembangan kurikulum telah dimulai pada tahun 1890 dengan tulisan Charles dan Mc Murry, tetapi secara defenitif berawal pada hasil karya fanklin Babbit tahun 1918. Babbit sering dipandang sebagai ahli kurikulum yang pertama, menurut babbit inti terori kurikulum itu sederhana, yaitu kehidupan manusia. Werrett W. Charless (1933) setuju dengan konsep babbit tentang analisis kecakapan/pekerjaan sebagai dasar penyusunan kurikulum ia lebih menekankan pada pendidikan vokasional.
Selanjutnya, Raph W. Tayler (1949) meyampaikan empat pertanyaan pokok yang menjadi inti kajian kurikulum.

1. Tujuan pendidikan yang manakah ingin dicapai oleh sekolah?
2. Pengalaman pendidikan yang bagaimana yang harus disediakan untuk mencapai tujuan tersebut?
3. Bagaimana mengorganisasikan pengalaman pendidikan tersebut secara efektif?
4. Bagaimana kita menentukan bahwa tujuan tersebut telah tercapai?
Dari kajian serta isi dan fungsi kurikulum yang diajukan dalam hal ini, pengembangan kurikulum secara konseptual dibedakan menjadi 4 macam model kurikulum yaitu model subjek akademik, teknologis atau kompetensi, humanistik, dan rekonstruksi sosial. Yang jelas secara keseluruhan sifat dan model keempat itu sebetulnya bisa dikembangkan di dunia pendidikan ktia. Sesuai dengan peran yang harus dimainkan kurikulum sebagai alat dan pendidikan, maka isi kurikulum harus sejalan dengan tujuan pendidikan itu sendiri. Mengapa demikian? Sebab tujuan yang harus dicapai oleh pendidikan pada dasarnya mengkristal dalam pelaksanaan perannya itu sendiri, maka dari kecakupan dan tujuannya menurut Mc Neil (1990) isi kurikulum memiliki 4 fungsi yaitu: 1) fungsi pendidikan umum atau (Common and General Education) 2) suplementasi (Supplementation) 3) explorasi (exploration ) dan 4) keahlian ( specialization ).
Selain dari beberapa latar belakang tentang pengembangan kurikulum diatas, dalam hal ini sebagai salah satu proses pengembangan kurikulum suatu negara, maka perlu adanya dilakukan studi perbandingan terhadap kurikulum negara lain apakah kurikulum yang telah, sedang, dan akan berlaku di suatu negara cocok/ sesuai dengan keberadaan negara tersebut.
Johnson dalam Oliva (op,cit) mendefiniksikan instruction sebagai “the ineradtion between a teaching agent and or more individuals” yang ingin belajar. Menurut oliva, dalam couse of planning, baik kurikulum maupun instruction diputuskan. Keputusan tentang kurikulum yang bertalian dengan rencana atau program-program dan dengan demikian kurikulum bersifat programmatic sementara semua yang bertalian dengan instruction ( diimplementasikan ) bersifat methodological. Kurikulum dan istruction adalah dua istilah subsystem dari persekolahan atau pendidikan. Demikian dalam Oliva (op,cit). dalam bidang pendidikan, tanda-tanda ketergantungan global harus disiasati dengan lebih ditekankan pada konsensus antara budaya pendidikan, dimana pendidikan harus mengarahkan pada kemampuan individu untuk hidup mandiri dan berkualitas. Hal itu dinyatakan oleh UNESCO yang diketuai oleh Jacques Delor menyatakan pendidikan pada abad 21, adalah learning, The treasure Within atau belajar menjadi manusia bermutu. Semboyan ini harus disangga dengan empat pilar utama, yakni (1) Learning to know atau belajar mengetahui; (2) learning to do atau belajar berbuat; (3) learning to be atau belajar menjadi seseorang; dan (4) learning to live together atau belajar hidup bermasyarakat. ( Supriadi, 2001:iii).

II. SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM SEBELUM DAN PASCA KEMERDEKAAN
Sistem pendidikan di Indonesia sebenarnya telah ada dan berkembang sejak masa penjajahan. Dalam masa penjajahan belanda, ada tiga sistem pindidikan dan pengajaran yang berjalan dan berkembang. Pertama sistem pendidikan tradisional berbentuk padepokan dan pondok. Kedua sistem pendidikan dan pengajaran kolonial yakni sistem pengajaran barat yang dibawa oleh Belanda. Ketiga, adalah sistem pendidikan dan pengajaran yang bersifat nasional yang dirintis oleh para pemimpin dan pergerakan nasional, khususnya sistem perguruan Taman Siswa yang dikembangkan oleh Ki Hajar Dewantara, sebagai reaksi terhadap sistem kolonial yang tidak sesuai dengan kebudayaan dan kebutuhan masyarakat dan bangsa Indonesia ( Jasin, 1987 ).
A. Kurikulum Pada Sistem Pendidikan Sebelum Kemerdekaan
 Pendidikan Tradisional Indonesia
Sebelum belanda membawa sistem pendidikan barat, di indonesia sebenarnya telah berkembang sistem pendidikan meskipun tidak diorganisasi secara formal seperti pada sistem pendidikan barat. Sistem pendidikan tradisional itu dinamakan Padepokan, yakni sistem pengajaran yang diberikan oleh seorang tokoh yang kemudian disebut begawan kepada sejumlah murid-muridnya untuk mengajarkan ilmu tertentu. Kemudian sistem ini dilanjutkan oleh budaya Islam melalui sistem pendidikan pondok pesantren, yaitu sistem pendidikan yang diberikan oleh para kyai, yakni ulama yang memiliki pengetahuan ilmu agama kepada sekelompok siswa yang disebut santri. Para santri biasanya tinggal di pondok-pondok sekitar rumah Kyai. Isi pelajaran atau muatan kurikulum dalam sistem pendidikan Pondok Pesantren yang banyak tumbuh di jawa itu ,adalah pengetahuan –pengetahuan agama yakni pelajaran Alquran , Hadist, ibadah, keimanan dan akhlak dengan tidak ketentuan lama belajar. Sumber-sumber utama pelajaran di pondok-pondok tradisionla tersebut biasanya adalah buku-buku yang berisikan hasil pemikiran-pemikiranpara ulama besar yang kemudian dinamakan kitab kuning. Metode pelajaran yang digunakan adalah metode menghapal secara individual yang kadang-kadang mereka tidak dituntut untuk mengerti dan memahami yang dihapalnya. Biasanya para santri duduk bersila mengelilingi kyai sebagai gurunya. Mereka belajar tanpa papan tulis, tanpa kapur dan tanpa alat bantu lainnya.
Sistem pendidikan yang demikian juga berlangsung di daerah-daerah lain seperti di sumatera. Pondok pesantren yang berlansung di Jawa, di sumatera dinamakan Surau. Isi dan muatan kurikulum yang diajarkan tidak memiliki perbedaan dengan pendidkkan di pondok pesantren. Perbedaannya terletak pada bentuk organisasinya saja. Di surau biasanya para santri tidak tinggal bersama para kyai seperti halnya di pondok-pondok pesantren. Surau biasanya hanya digunakan untuk belajar saja.
 Sistem Pendidikan Kolonial
Sistem pendidikan kolonial, adalah sistem pendidikan barat yang dibawa oleh belanda diorganisir secara formal dalam bentuk persekolahan. Dibandingkan dengan sistem pendidikan tradisional Indonesia, sistem pendidikan kolonial memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Sistem pendidikan kolonial bersifat formal yang memiliki aturan-aturan baku yang harus dilaksanakan dalam pengelolaannya, misalnya aturan mengenai peserta pendidikan atau siswa, aturan tenga pengajar, aturan sistem pengajaran dan aturan kurikulum yang digunakan. Aturan – aturan formal semacam itu tidak ditemukan pada sistem pendidikan tradisional.
b. Sistem pendidikan kolonial bersifat diskriminatif, artinya sistem pendidikan kolonial memisahkan antara kelompok-kelompok masyarakat. Misalnya ada sekolah untuk kelompok orang Belanda dan orang Eropa., sekolah untuk kelompok orang Timur Asing (orang-orang ningrat ( bangsawan ) dan orang pribumi dari golongan masyarakat biasa.
c. Pendidikan kolonial belanda bersifat eksploratif, artinya pendidikan diselenggarakan untuk mengeruk kekayaan terutama hasil bumi Indonesia untuk kepentingan perekonomian Belanda.

Pendidikan kolonial yang disenggarakan oleh pemerintah Belanda seperti yang telah di uraikan di atas bertujuan:
 Untuk melestarikan penjajahan Belanda terhadap rakyat indonesia, dengan demikian muatan sama sekali tidak sesuai dengan nilai-nilai dan Budaya Bangsa Indonesia
 Untuk mencetak tenaga-tenaga yang memiliki kemampuan dalam melancarkan roda perekonomian Belanda. Dengan demikian materi-materi ajar berisi tentang keterampilan dasar, agar mereka dapat diperbantukan pada pemerintahan Belanda dengan gaji yang sangat renda. Materi kurikulum hanya menekankan pada kemampuan membaca, menulis dan berhitung.
Pemerintah kolonial melaksanakan kontrol yang sangat ketat terhadap sistem pendidikan di indonesia .Kontrol tersebut bukan hanya terhadap keberadaan sokolah-sekolah swasta yang kemudian mereka namakan sekolah lira, akan tetapi terhadap orang-oang pribumi yang akan mengabdikan dirinya sebagai guru, seklipun mereka menjadi guru-guru agama dalam sistem pendidikan pesantren dan madrasah yang tumbuh subut. Misalnya aturan pemerintah kolonial yang dikeluarkan tahun 1905 yang mewajibkan setiap guru agama islam untuk meminta dan memperoleh izin terlebih dahulu sebelum melaksanakan tugasnya sebagai guru agama (Suminto, 1985).
Sistem pendidikan kolonial bersifat diskrimainatif. Hal ini dapat dibuktiakn dengan adanya pengelompokan atau susunan sekolah yang hanya dapat diikuti oleh golognan-golongan tertentu. Susunan persekolahan kolonial adalah sebagai berikut:
a) Persekoloahan bagi anak-anak pribumi dengan pengantar bahasa daerah, yaitu sekolah desa 3 tahun. Mereka yang berhasil menamatkan Sekolah Desa, dapat melanjutkan ke Sekolah sambungan yang dinamakan Vervolg scholl selama 2 tahun dari sisi mereka bisa melanjutkan ke sekolah Guru ( sekolah normal) atau ke mulo pribumi selama 4 tahun. Inilah sekolah paling atas untuk masyarakat biasa. Untuk golongan pribumi masyarakat bangsawan atau ningrat bisa memasuki Holandxch Inlandsche School (HIS)- 7 tahun, Mulo – 3 tahun, dan Algemene Middelbare School ( AMS ) – 3 tahun.
b) Persekolahan untuk golognan timur asing misalnya untuk anak – anak Cina yaitu sekolah cina – 5 tahun berbahasa pengantar cina, Hollandch Chinese School (HCS) – 7 tahun, berbahasa Belanda,dapat melanjutkan ke Mulo
c) Sekolah untuk anak-anak Eropa, merupakan sekolah elite dengan sistem persekolahan yang sangat lengkap dari sekolah rendah sampai perguan tinggi, yakni; Europese lagere school 7 tahun., sekolah lanjutan HBS 3 tahun dan 5 tahun Lyceum 6 tahun, maddelbare Meisjesschool – 5 tahunn, recht hoge school – 5 tahun, Sekolah Tinggi Kedokteran – 8,5 tahun dan kedokteran gigi – 5 tahun.
 Pendidikan pada Masa Pergerakan Nasional
Meulai pada awal dua puluh muncul organisasi-organisasi pergerakan nasional yang dipelopori oleh para pemuda yang masih duduk dibangku sekolah. Sebut saja berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908, Sarekat Islam (SI) pada tahun 1911, yang berubah menjadi Partai Sarekat Islam (PSI) pada tahun 1923 dan Partai Sarekat Islam Indonesia ( PSII ) pada tahun 1929. Pada tahun 1927 berdiri Partai Nasional Indonesia (PNI) dengan program politik, ekonomi dan sosial.
B. Kurikulum Pasca Kemerdekaan
Kesadaran pendidikan yang tumbuh sejak perjuangan kerdekaan melalui organisasi-organisasi meodern khususnya yang lahir pada awal Abad 20-an, mengalami puncaknya dengan masuknya masalah pendidikan dalam undang-undang dasar 1945, sehingga melahirkan rancangan pendidikan dan pengajaran Nasional, yang pada intinya mengubah sistem pendidikan kolonial menjadi sistem pendidikan nasional sesuai dengan dasar negara Pancasila. Salah satu hasilnya adalah dengan berhasilnya menyusun kurikulum yang kemudian dikenal dengan Rencana Pelajaran 1947.




III. BAGAIMANA PEMBAHARUAN PENDIDIKAN MELALUI KBK DAN KTSP
Kita ketahui kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang diterapkan secara resmi sejak tahun 2001 oleh Depdiknas yang diterapkan secara resmi tahun ajaran 2004/2005 dan kurikulum ( KTSP) yang dikembangakan mulai tahun 2006/2007 melalui Permendiknas No 24/2006 dalam rangka mengantisipasi perubahan dan tuntutan masa depan yang akan dihadapi oleh siswa sebagai generasi penerus bangsa.. KBK telah digunakan di beberapa Negara, yakni Singapura, Australia, dan Inggris ( Boediyono dan Ella, 1999 ), di Indonesia baru dilaksanakan secara bertahap disemua jenjang pendidikan mulai tahun ajaran tahun 2004, namun dalam perjalanan hasilnya belum signifikan. Lahirnya permen tersebut sebenarnya memberikan kebijakan baru dalam penyususnan kurikulum. Pada kurikulum 1975, 1984, sampai 1993 kebijakan penyusunan kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menganut kebijakan yang bersifat sentralistik. Kurikulum lengkap yang berlaku di seluruh Indnesia. Kurikulum tersebut sudah lengkap berisi mulai dari landasan, kerangka dasar, struktur dan sebaran mata pelajaran, rumusan tujuan, sampai dengan pokok atau topik bahasan.
Dalam permen nomor 24 tahun 2006 digariskan kebijakan baru dalam penyusunan kurikulum. Kurikulum tidak lagi disusun selurhnya oleh pusat. Tugas pusat dalam hal ini Badan Standar Nasional Pendidikan ( BSNP ) hanya merumuskan standar kompetensi lulusan ( SKL ), standar isi dalam bentuk rumusan standar kurikulum ( SK ), dan kkompetensi dasar ( KD ), kerangka dasar kurikulum, sturuktur kurikulum, dan panduan penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan
Apa Saja Kekuatan dan Kelemahan KTSP
Untuk membedah kekuatan dan kelemahan dari KTSP, ada tiga mainsteam, yakni globalisasi lokal (lokal), standar nasional, pendidikan dan kepentingan nation, diharapkan dengan uraian selanjutnya terbentuk prespektif yang lebih luas dalam memandang KTSP yang sudah sedang diimplementasikan. Sanjaya (2008 : 139-140) dimana prinsip-prinsip pengembangan KTSP, antara lain:
a. Berpusat pada potensi perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya,
b. Beragam dan terpadu,
c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni,
d. Relevan dengan kebutuhan ,
e. Menyeluruh dan berkesinambungan,
f. Belajar sepanjang hayat,
g. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Dari gambaran point-point di atas, KTSP memiliki isi dan standar yang sangant fleksibel, karena selain diberikan kebebasan kepada sekolah, dan daerah untuk menentukan dan sekaligus mengembangkan kurikulum masing-masing sesuai dengan sifat dan karakteristik daerah tersebut, juga mengembangkan kompetensi-kompetensi yang dimiliki siswa. ( Sukmadita, 2004 : 155), bahwa tiap siswa mendapatkan peluang yang sama untuk memiliki kemampuan yang diharapkan, disesuaikan dengan kecepatan belajar masing-masing. Pembelajaran dirancang dan dilaksanakan agar para siswa belajar semua upaya penigkatan pembelajaran diarahkan agar mereka belajar secara optimal. Mulyani Sumantri (2008 : 447 ) bahwa pendidikan saat ini menghadapi tantangan besar yang diakibatkan oleh globalisasi, sehingga berbeda upaya patut dilaksanakan agar para peserta didik kelak mampu mendapatkan kehidupan yang layak di negaranya sendiri ataupun diluar negeri. Pendidikan pertama diperoleh anak dalam keluarga, dari orang tuanya, selanjutnya anak akan memasuki dunianya yang kedua di lembaga pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. (2006a). Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi.
………… (2006b). Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kemampuan Nasional
………… (2006c). Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan PermenDiknas Nomor 22 dan
……… (2005). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.
……… (2005). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Pendidikan Nasional

Isjoni, dkk. (2007). Paradigma Pembelajaran Bermakna. Bandung: Falah Production
Jakson, Philip W. (Ed) (1992). Handbook of Research on Curriculum, New York MacMillan Publishing Company.
Jasin Anwar. (1987). Pembaharuan Kurikulum Sekolah Dasar. Jakarta: Balai Pustaka
Longstreet, Wilma S,Shane. Harold G. (1993), Curriculum For New Millenium, Botson. Allyn & Bacon
Ralph W. Tayler. (1949), Basic Principles of Curriculum and Instruction, Chicago: The University of Chicago Press.
Redclife, David. “ Ki Hajar Dewantara dan Sekolah Taman Siswa: Catatan mengenai Teori Pendidikan di Luar System Penjajahan” dalam Kebudayaan dan Pembangunan (Nat J. Colleta dan Umar Kayam, editor), Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1982.
Republik Indonesia (2003). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang sisTem Pendidikan Nasional.
Sanjaya, W. (2005). Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Prenada
Sanjaya, W. (2008). Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.
Sukmadinata, Syaodih (2007). Rujukan Filsafat, Teori dan Praksis Ilmu Pendidikan. Bandung : UPI Press
Sumantri Mulyana. (2008). Perkembangan Peserta didik. Jakarta: Universitas Terbuka
Supriadi, D. (2004). Membangun bangsa melalui pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya
Supriyadi, Dedi. Kreativitas, Kebudayaan & Pembangunan Iptek, Bandung: Alfabeta, 2005.
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.


MFS