Sabtu, 06 Februari 2010

SUARA HATI NURANI

BY. ANGGI FAQIH.

dunia sekarang penuh dengan kebohongan dan manipulasi. ketika mc tdk lg mengandalkan kekuatan kejujuran dan keadilan maka tinggal masa kehancuran. ..saat seorang pemimpin sedang memimpin , apa saja yg dilakukanya walaupun penuh dg ketidak jujuran dan keadilan yg dia jalani, dianggap biasa2 saja, yg paling sadis kita lihat dg mata kepala ;; sellu menjual nama masyarakat dimana2 untuk kepentingan instansinya padahl kasian masyarakat kecil, yg tdk punya apa2 setiap saat digusur, di reelokasi bahkn diusir secara paksa tanpa kemanusiaan. kita bisA lihat setiap saat dg cara apa sj yg digunakan oleh instansi2 tertentu dg dalil topeng KETIDAK ADILAN. , llu turun dg trektor serta seragam berwarna dg kekuatan sepenuhnya untuk hanya menghancurkan sebuah rumah dengat beratp terpal, berdinding papan , dn berlantai tanah, tanpa isi apa... llu mereka biarkan saja pemiliki2 gedung2 bertingkat, villa,ruko2 mewah, dan plaza macam2 yag dikomoditi si mata cipit alias bukan saudara kita. untuk berjaya dan berleha2 di bumi nusantara ini tanpa memiliki hati nurani. manakah para anggota DPR pusat plus dareah yg katanya utusan hati nurani masyarakat. mana. hati, mata, perasaan dan kupingmu melihat kenyataan ini. ..masa orag asing berjaya di negeri yg kaya raya ini , sementara kita pribumi menjadi tamu, penonton setia. saya minta satu saja bapk2 di DPR yg Terhormat. segera buatlah sebuah undang2 yang sangat membatasi kemilikan dan usaha org asing untuk jgn lgi menguasai segala isi bumi kita ini. dan yag saya takutkan st waktu kita akan keluar, terusir dari t4 tinggal kita sendiri, akibat si mata cupit lah yg menguasai ..hati2 mata cupit kulit putih sedang bertopeng abunawas untuk menguasai bumi kita. yg kedua : buatlah UU batas waktu tinggal para org asing sehingga dia dianggap turis yg dtg dn akan pulang kembali, klu tdk akan kita kehilangan semuanya. thn 90 . si edi tansil dg mudah melarikan 1,3 T. dg enak2 saja tnpa beban apa2. kita biarkan apalagi saat ini edy tansil2 berikutnya cukup banyk. jd haruslah kita waspadai edi2 tansil susulan. klu mmg anggota DPR tdk lg mau mendengarkan hati nurani ini, maka dianggap bencong..maksih ini dari seorang pemerhati masyarakat lemah dan miskin. BY. Anggi.

Jumat, 05 Februari 2010

pelatihan Peer Teaching untuk guru( PLPG ) SMP &SMA Teaching Equipments supporting Materials. By. M.Faqih Seknun.S.Pd.M.Pd

Problem one

Indonesia is the fourth most populated country in the world after china, India, and the united states of America. In terms of geographic features, it is the largest archipelago country, comprising 13,500 islands, with around 6000 of them inhabited. According to Bureau of central Statistic, in 2008 the country’s total population is 321 million, with a growth rate of 1,3% and literacy rate ( age 15 and over that can read and write ) of 84% ( Biro Pusat Statistik, 2008 )

Problems two

The mastery of English language has become the key to the success for the individuals, society and Indonesian nation in various fields in the global era nowadays.Most Indonesian children, however, get their opportunity to learn English at the formal schools which will be benefical for their future

Problems three

For years, the results of English teaching and learning at the junior & senior high school has not been considered satisfying by parents, professionals as well as the university lectures by seeing the fact that most senior high school graduates neither could use their English for reading the scientific books nor communicate orally.
efforts to improvement of teachers' teaching skills and without having instructional materials that are compatible with the needs and the characteristics of the students. Appropriate instructional materials, therefore, play an important role for the students' learning achievement

Three Teaching strategies

Taba (1966,pp.34-35 ) identifies three inductive thinking skills and then describes three teaching strategies to develop them.
1. Concept formation ( the basic teaching strategy)
2. Interpretation of data, and
3. Application of principles.

Teaching Process

Most lessons have both content and process objectives. Content objectivess identify subject matter:
- Fact
- Concepts
- Generalizations
- Relationship

Fungsi Media sebagai pusat belajar
Gerlach & Ely mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar,adalah manusia, materi atau kejadian yang membuat kondisi siswa mampu memperoleh pengetahuan ketrampilan atau sikap.

How and when used instruments.

.Visual Aids.
Blackboards, Bulletin, Boards , advertisements, announcements, booklets, bulletins, charts, diagrams, drawings, graphs, maps, news clippings, notices, pamphlets, photographs, pictures, postcards, posters, stamps and travel brochures.

Audio Aids.
Radio, Phonograph Records, Tapes, Television,Motion Pictures,Cultural Orientation, Proverbs, Humor, Songs,Poetry, Correspondence, Group projects, Field trips, and Games, CD-ROM,. OHP, ON line Data System, Electronic Bulletin Boards, Interaktive Vidios and In teractive Distance Learnin.

Design considerations.
Systematic design and developmentWillis (1992) describes the instructional development process for distance education, consisting of the customary stages of design, development,evaluation and revision.In designing effective distance instruction, one must consider not only the goals, needs, and characteristics of teachers and students, but also content requirements and technical constraints.

Interactivitties
Active learning
Visual imagery
Effective communication
Methods and strategies
Guided practice
Media-based challenges
Inquiry learning
Teamwork
Distance learners
Aims and goals
Modes of learning

Factors which influence success.

Sylvia Charp (1994) notes that with greater autonomy, student characteristics such as active listening and the ability to work independently in the absence of a live instructor become crucial for success. David Godfrey (personal communication, June 17, 1994) found that at most 80 percent of his former students at the University of Victoria may possess such characteristics. As a result, frequent, supportive teacher-student interaction and student-student networking take on increased importance for the remaining 20 percent, as well as facilitating the learning process for all students involved in the program.
What happen ?....
IT Is Important?...
The teacher-facilitator-student triad ..

The site facilitator .
Talab and Newhouse (1993) identified a number of concerns about instructional design and classroom management which were voiced by site facilitators, including
facilitating vs. traditional teaching
preparation
timing and scheduling
classroom logistics
other responsibilities.

ACOT researchers (Apple Classrooms of Tomorrow, 1992) identified these concerns.
student misbehavior and attitudes
physical environment
technical problems
classroom dynamics..

Technology adoption .

training in the skills needed to work with technology
education providing vision and understanding of state-of-the-art developments and applications
support for experimentation and innovation
sufficient time for learning and practice..

The end....by anggi faqih..( anggifaqih@rocketmail.com.)

MAKLAH TIK DALAM PENDIDIKAN

OLEH : M.Faqih Seknun.

B A B I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Indonesia sebagai negara berpopulasi tertinggi ke-4 tentunya memiliki tantangan yang nyaris yang sama dengan negara China dan India. Problem kesehatan dan pendidikan selalu dijadikan parameter untuk mengukur kesejahteraan rakyat di suatu Negara. Indonesia dengan populasi 247 juta dimana diantaranya terdapat 51 juta siswa dan 2,7 juta guru di lebih dari 293.000 sekolah, serta 300.000 dosen di lebih dari 2.700 perguruan tinggi yang tersebar di 17.508 pulau, 33 provinsi, 461 kabupaten/kota, 5.263 Kecamatan, dan 62.806 desa. Tentunya juga memiliki tantangan khusus di bidang pendidikan.
Pengaruh perkembangan pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat ini memberikan dampak positif dan dampak negative. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berdampak positif dengan semakin terbuka dan tersebarnya informasi dan pengetahuan dari dan ke seluruh dunia menembus batas ruang dan waktu. Sementara dampak negatifnya yakni terjadinya perubahan nilai, norma, aturan , atau moral kehidupan yang bertentangan dengan nilai, nilai, norma, aturan dan norma kehidupan yang dianut di masyarakat. Sejak dulu teknologi telah diterapkan dalam pendidikan, tetapi yang digunakan adalah teknologi sederhana, seperti penggunaan papan tulis dan kapur, pena dan tinta. Dewasa ini sesuai dengan tahap perkembangannya yang digunakan adalah teknologi modern dan canggih, seperti : audio, video casette, OHP, film slide, motion felm, komputer dan lain-lain ( Sukmadinata, 1988 :103 ). Lebih lanjut Sukmadinata ( 1988 ) mengatakan bahwa peranan teknologi dalam pendidikan khususnya kurikulum dan pengajaran ada dua bentuk, yaitu dalam bentuk perangkat lunak ( software ) dan perangkat keras (hardware). Penerapan teknologi perangkat keras dalam pendidikan dikenal sebagai teknologi alat ( tolls technology) sedangkan teknologi perangkat lunak disebut teknologi sistem ( system technology)
Dewasa ini di Indoneasia terdapat sejumlah media komunokasi yang berpengaruh dalam bidang pengembangan kurikulum pendidikan yang perkembangannya sudah cukup maju dan dapat menjangkau hampir seluruh pelosok tanah air. Berkaitan dengan itu, dimana Teknologi Informasi dan komunikasi di Indonesaia semakin popular terutama seiring dengan lahirnya Kurikulum berbasis kompotensi ( KBK ) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP ). Sementara itu Abdulhak ( 2006:3 ) menyatakan bahwa dari system pendidikan, kedududukan teknologi pendidikan sebagai sarana untuk memperkuat pengembangan kurikulum terutama dalam desain dan pengembangan, serta implementasinya. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka terlihat beberapa permasalahan mendasar yang dihadapi dalam pengembangan program pembelajaran melalui TIK antara lain:
1 Pelaksanaan pembelajaran dengan system konvensional belum memberikan penguatan
Yang cukup significant..
2.Sistem pembelajaran belum dirancang dengan menggunakan Grorunded Theory yang sesuai fungsi dan kebutuhan di lapangan
3.Banyak sekolah dan kampus belum adanya menggunakan system pembelajaran TIK sebagai sarana dan media dalam meningkatakan mutu pendidikan.

B. Permasalahan.
Sesuai dengan permasalahan yang muncul dalam rancangan program dan sistem penggunaan TIK dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut .
1.Sejauhmana fungsi dan peranan teknologi dalam dunia pendidikan
2.Hubungan TIK dengan peningkatan kualitas pendidikan kita
3.TIK sebagai media pembelajaran.

BAB II
PEMBAHASAN

A.Sejauhmana Fungsi dan Peranan teknologi dalam Dunia pendidikan.
Rumusan tentang pengertian Teknologi Pembelajaran telah mengalami beberapa perubahan, sejalan dengan sejarah dan perkembangan dari teknologi pembelajaran itu sendiri. Di bawah ini dikemukakan beberapa definisi tentang Teknologi Pembelajaran yang memiliki pengaruh terhadap perkembangan Teknologi Pembelajaran. Definisi Association for Educational Communications Technology (AECT) 1963 dinyatakan bahwa“ Komunikasi audio-visual adalah cabang dari teori dan praktek pendidikan yang terutama berkepentingan dengan mendesain, dan menggunakan pesan guna mengendalikan proses belajar, mencakup kegiatan : (a) mempelajari kelemahan dan kelebihan suatu pesan dalam proses belajar; (b) penstrukturan dan sistematisasi oleh orang maupun instrumen dalam lingkungan pendidikan, meliputi : perencanaan, produksi, pemilihan, manajemen dan pemanfaatan dari komponen maupun keseluruhan sistem pembelajaran. Tujuan praktisnya adalah pemanfaatan tiap metode dan medium komunikasi secara efektif untuk membantu pengembangan potensi pembelajar secara maksimal.” Meski masih menggunakan istilah komunikasi audio-visual, definisi di atas telah menghasilkan kerangka dasar bagi pengembangan Teknologi Pembelajaran berikutnya serta dapat mendorong terjadinya peningkatan pembelajaran.
Definisi Commission on Instruction Technology (CIT) 1970,) “Dalam pengertian yang lebih umum, teknologi pembelajaran diartikan sebagai media yang lahir sebagai akibat revolusi komunikasi yang dapat digunakan untuk keperluan pembelajaran di samping guru, buku teks, dan papan tulis…..bagian yang membentuk teknologi pembelajaran adalah televisi, film, OHP, komputer dan bagian perangkat keras maupun lunak lainnya. “Teknologi Pembelajaran merupakan usaha sistematik dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi keseluruhan proses belajar untuk suatu tujuan khusus, serta didasarkan pada penelitian tentang proses belajar dan komunikasi pada manusia yang menggunakan kombinasi sumber manusia dan manusia agar belajar dapat berlangsung efektif.” Dengan mencantumkan istilah tujuan khusus, tampaknya rumusan tersebut berusaha mengakomodir pengaruh pemikiran B.F. Skinner (salah seorang tokoh Psikologi Behaviorisme) dalam teknologi pembelajaran. Begitu juga, rumusan tersebut memandang pentingnya penelitian tentang metode dan teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan khusus.(Definisi Silber 1970 )”Teknologi Pembelajaran adalah pengembangan (riset, desain, produksi, evaluasi, dukungan-pasokan, pemanfaatan) komponen sistem pembelajaran (pesan, orang, bahan, peralatan, teknik dan latar) serta pengelolaan usaha pengembangan (organisasi dan personal) secara sistematik, dengan tujuan untuk memecahkan masalah belajar”. “Definisi yang dikemukakan oleh Kenneth Silber di atas menyebutkan istilah pengembangan. Pada definisi sebelumnya yang dimaksud dengan pengembangan lebih diartikan pada pengembangan potensi manusia. Dalam definisi Silber, penggunaan istilah pengembangan memuat dua pengertian, disamping berkaitan dengan pengembangan potensi manusia juga diartikan pula sebagai pengembangan dari Teknologi Pembelajaran itu sendiri, yang mencakup : perancangan, produksi, penggunaan dan penilaian teknologi untuk pembelajara (Definisi MacKenzie dan Eraut 1971) “Teknologi Pendidikan merupakan studi sistematik mengenai cara bagaimana tujuan pendidikan dapat dicapai” Teknologi Pendidikan merupakan studi sistematik mengenai cara bagaimana tujuan pendidikan dapat dicapai” Definisi sebelumnya meliputi istilah, “mesin”, instrumen” atau “media”, sedangkan dalam definisi MacKenzie dan Eraut ini tidak menyebutkan perangkat lunak maupun perangkat keras, tetapi lebih berorientasi pada proses.(Definisi AECT 1972) Pada tahun 1972, AECT berupaya merevisi defisini yang sudah ada (1963, 1970, 1971), dengan memberikan rumusan sebagai berikut: “Teknologi Pendidikan adalah suatu bidang yang berkepentingan dengan memfasilitasi belajar pada manusia melalui usaha sistematik dalam : identifikasi, pengembangan, pengorganisasian dan pemanfaatan berbagai macam sumber belajar serta dengan pengelolaan atas keseluruhan proses tersebut”. Definisi ini didasari semangat untuk menetapkan komunikasi audio-visual sebagai suatu bidang studi. Ketentuan ini mengembangkan gagasan bahwa teknologi pendidikan merupakan suatu profesi. Sementara itu Definisi ( AECT, 1977 ) bahwa“Teknologi pendidikan adalah proses kompleks yang terintegrasi meliputi orang, prosedur, gagasan, sarana, dan organisasi untuk menganalisis masalah, merancang, melaksanakan, menilai dan mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar pada manusia.“Teknologi pendidikan adalah proses kompleks yang terintegrasi meliputi orang, prosedur, gagasan, sarana, dan organisasi untuk menganalisis masalah, merancang, melaksanakan, menilai dan mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar pada manusia.(Definisi tahun 1977, AECT )berusaha mengidentifikasi sebagai suatu teori, bidang dan profesi. Definisi sebelumnya, kecuali pada tahun 1963, tidak menekankan teknologi pendidikan sebagai suatu teori. (Definisi AECT 1994) Teknologi Pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, serta evaluasi tentang proses dan sumber untuk belajar.” “Meski dirumuskan dalam kalimat yang lebih sederhana, definisi ini sesungguhnya mengandung makna yang dalam. Definisi ini berupaya semakin memperkokoh teknologi pembelajaran sebagai suatu bidang dan profesi, yang tentunya perlu didukung oleh landasan teori dan praktek yang kokoh. Definisi ini juga berusaha menyempurnakan wilayah atau kawasan bidang kegiatan dari teknologi pembelajaran. Di samping itu, definisi ini berusaha menekankan pentingnya proses dan produk. Jika kita amati isi kandungan definisi-definisi teknologi pembelajaran di atas, tampaknya dari waktu ke waktu teknologi pemebelajaran mengalami proses “metamorfosa” menuju penyempurnaan. Yang semula hanya dipandang sebagai alat ke sistem yang lebih luas, dari hanya berorientasi pada praktek menuju ke teori dan praktek, dari produk menuju ke proses dan produk, dan akhirnya melalui perjalanan evolusionernya saat ini teknologi pembelajaran telah menjadi sebuah bidang dan profesi. Sejalan dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat, khususnya dalam bidang pendidikan, psikologi dan komunikasi maka tidak mustahil ke depannya teknologi pembelajaran akan semakin terus berkembang dan memperkokoh diri menjadi suatu disiplin ilmu dan profesi yang dapat lebih jauh memberikan manfaat bagi pencapaian efektivitas dan efisiensi pembelajaran. Kendati demikian, harus diakui bahwa perkembangan bidang dan profesi teknologi pembelajaran di Indonesia hingga saat ini masih boleh dikatakan belum optimal, baik dalam hal design, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, maupun evaluasinya. Kiranya masih dibutuhkan usaha perjuangan yang sungguh-sungguh dari semua pihak yang terkait dengan teknologi pembelajaran, baik dari kalangan akademisi, peneliti maupun praktisi. Kawasan Teknologi Pembelajaran Definisi 1994, dirumuskan berlandaskan lima bidang garapan dari Teknologi Pembelajaran, yaitu : Desain, Pengembangan, Pemanfaatan, Pengelolaan dan Penilaian. Kelima hal ini merupakan kawasan (domain) dari bidang Teknologi Pembelajaran. Di bawah ini akan diuraikan dua kawasan tersebut, dengan sub kategori dan konsep yang terkait :
1. Kawasan Desain
Yang dimaksud dengan desain disini adalah proses untuk menentukan kondisi belajar dengan tujuan untuk menciptakan strategi dan produk. Kawasan desain bermula dari gerakan psikologi pembelajaran, terutama diilhami dari pemikiran B.F. Skinner (1954) tentang teori pembelajaran berprogram (programmed instructions). Selanjutnya, pada tahun 1969 dari pemikiran Herbert Simon yang membahas tentang preskriptif tentang desain turut memicu kajian tentang desain. Pendirian pusat-pusat desain bahan pembelajaran dan terprogram, seperti “Learning Resource and Development Center” pada tahun 1960 semakin memperkuat kajian tentang desain. Dalam kurun waktu tahun 1960-an dan 1970-an, Robert Glaser, selaku Direktur dari Learning Resource and Development Center tersebut menulis dan berbicara tentang desain pembelajaran sebagai inti dari Teknologi Pendidikan. Aplikasi teori sistem dalam pembelajaran melengkapi dasar psikologi pembelajaran tersebut. Melalui James Finn dan Leonard Silvern, pendekatan sistem pembelajaran secara bertahap mulai berkembang menjadi suatu metodologi dan mulai memasukkan gagasan dari psikologi pembelajaran. Perhatian terhadap desain pesan pun berkembang selama akhir 1960-an dan pada awal 1970-an. Kolaborasi Robert Gagne dengan Leslie Briggs telah menggabungkan keahlian psikologi pembelajaran dengan bakat dalam desain sistem yang membuat konsep desain pembelajaran menjadi semakin hidup. Kawasan Desain paling tidak meliputi empat cakupan utama dari teori dan praktek, yaitu : (1) Desain Sistem Pembelajaran; (2) Desain Pesan; (3) Strategi Pembelajaran; (4) Karakteristik Pembelajar. Desain Sistem Pembelajaran; yaitu prosedur yang terorganisasi, meliputi : langkah-langkah : (a) penganalisaan (proses perumusan apa yang akan dipelajari); (b) perancangan (proses penjabaran bagaimana cara mempelajarinya); (c) pengembangan (proses penulisan dan pembuatan atau produksi bahan-bahan pelajaran); (d) pelaksanaan/aplikasi (pemanfaatan bahan dan strategi) dan (e) penilaian (proses penentuan ketepatan pembelajaran). Desain Sistem Pembelajaran biasanya merupakan prosedur linier dan interaktif yang menuntut kecermatan dan kemantapan. Agar dapat berfungsi sebagai alat untuk saling mengontrol, semua langkah –langkah tersebut harus tuntas. Dalam Desain Sistem Pembelajaran, proses sama pentingnya dengan produk, sebab kepercayaan atas produk berlandaskan pada proses. Desain Pesan; yaitu perencanaan untuk merekayasa bentuk fisik dari pesan agar terjadi komunikasi antara pengirim dan penerima, dengan memperhatikan prinsip-prinsip perhatian, persepsi,dan daya tangkap. Fleming dan Levie membatasi pesan pada pola-pola isyarat, atau simbol yang dapat memodifikasi perilaku kognitif, afektif dan psikomotor. Desain pesan berkaitan dengan hal-hal mikro, seperti : bahan visual, urutan, halaman dan layar secara terpisah. Desain harus bersifat spesifik, baik tentang media maupun tugas belajarnya. Hal ini mengandung makna bahwa prinsip-prinsip desain pesan akan berbeda, bergantung pada jenis medianya, apakah bersifat statis, dinamis atau kombinasi keduanya (misalnya, suatu potret, film, atau grafik komputer). Juga apakah tugas belajarnya tentang pembentukan konsep, pengembangan sikap, pengembangan keterampilan, strategi belajar atau hafalan. Strategi Pembelajaran; yaitu spesifikasi untuk menyeleksi serta mengurutkan peristiwa belajar atau kegiatan belajar dalam suatu pelajaran. Teori tentang strategi pembelajaran meliputi situasi belajar dan komponen belajar/mengajar. Seorang desainer menggunakan teori atau komponen strategi pembelajaran sebagai prinsip teknologi pembelajaran. Dalam mengaplikasikan suatu strategi pembelajaran bergantung pada situasi belajar, sifat materi dan jenis belajar yang dikehendaki. Karakteristik Pembelajar, yaitu segi-segi latar belakang pengalaman pembelajar yang mempengaruhi terhadap efektivitas proses belajarnya. Karaketeristik pembelajar mencakup keadaan sosio-psiko-fisik pembelajar. Secara psikologis, yang perlu mendapat perhatian dari karakteristik pembelajar yaitu berkaitan dengan dengan kemampuannya (ability), baik yang bersifat potensial maupun kecakapan nyata — dan kepribadiannya, seperti, sikap, emosi, motivasi serta aspek-aspek kepribadian lainnya.
2. Kawasan Pengembangan
Pengembangan adalah proses penterjemahan spesifikasi desain ke dalam bentuk fisik, di dalamnya meliputi : (1) teknologi cetak; (2) teknologi audio-visual; (3) teknologi berbasis komputer; dan (4) teknologi terpadu. Kawasan pengembangan berakar pada produksi media. Melalui proses yang bertahun-tahun perubahan dalam kemampuan media ini berakibat pada perubahan kawasan. Walaupun perkembangan buku teks dan alat bantu pembelajaran yang lain (teknologi cetak) mendahului film, namun pemunculan film merupakan tonggak sejarah dari gerakan audio-visual ke era Teknologi Pembelajaran sekarang ini. Pada 1930-an film mulai digunakan untuk kegiatan pembelajaran (teknologi audio-visual). Selama Perang Dunia II, banyak jenis bahan yang diproduksi terutama film untuk pelatihan militer. Setelah perang, televisi sebagai media baru digunakan untuk kepentingan pendidikan (teknologi audio-visual). Selama akhir tahun 1950- an dan awal tahun 1960-an bahan pembelajaran berprograma mulai digunakan untuk pembelajaran. Sekitar tahun 1970-an komputer mulai digunakan untuk pembelajaran, dan permainan simulasi menjadi mode di sekolah. Selama tahun 1098-an teori dan praktek di bidang pembelajaran yang berlandaskan komputer berkembang seperti jamur dan sekitar tahun 1990-an multimedia terpadu yang berlandaskan komputer merupakan dari kawasan ini. Di dalam kawasan pengembangan terdapat keterkaitan yang kompleks antara teknologi dan teori yang mendorong terhadap desain pesan maupun strategi pembelajarannya . Pada dasarnya kawasan pengembangan terjadi karena : (1) pesan yang didorong oleh isi; (2) strategi pembelajaran yang didorong oleh teori; dan (3) Manifestasi fisik dari teknologi – perangkat keras, perangkat lunak, dan bahan pembelajaran Teknologi Cetak; adalah cara untuk memproduksi atau menyampaikan bahan, seperti : buku-buku, bahan-bahan visual yang statis, terutama melalui pencetakan mekanis atau photografis. Teknologi ini menjadi dasar untuk pengembangan dan pemanfaatan dari kebanyakan bahan pembelajaran lain. Hasil teknologi ini berupa cetakan. Teks dalam penampilan komputer adalah suatu contoh penggunaan teknologi komputer untuk produksi. Apabila teks tersebut dicetak dalam bentuk “cetakan” guna keperluan pembelajaran merupakan contoh penyampaian dalam bentuk teknologi cetak. Dua komponen teknologi ini adalah bahan teks verbal dan visual. Pengembangan kedua jenis bahan pembelajaran tersebut sangat bergantung pada teori persepsi visual, teori membaca, pengolahan informasi oleh manusia dan teori belajar. Secara khusus, teknologi cetak/visual mempunyai karakteristik sebagai berikut : (1) teks dibaca secara linier, sedangkan visual direkam menurut ruang; (2) keduanya biasanya memberikan komunikasi satu arah yang pasif; (3) keduanya berbentuk visual yang statis; (4) pengembangannya sangat bergantung kepada prinsip-prinsip linguistik dan persepsi visual; (5) keduanya berpusat pada pembelajar; dan (6) informasi dapat diorganisasikan dan distrukturkan kembali oleh pemakai. Teknologi Audio-Visual; merupakan cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan peralatan dan elektronis untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual. Pembelajaran audio-visual dapat dikenal dengan mudah karena menggunakan perangkat keras di dalam proses pengajaran. Peralatan audio-visual memungkinkan pemroyeksian gambar hidup, pemutaran kembali suara, dan penayangan visual yang beukuran besar. Pembelajaran audio-visual didefinisikan sebagai produksi dan pemanfaatan bahan yang berkaitan dengan pembelajaran melalui penglihatan dan pendengaran yang secara eksklusif tidak selalu harus bergantung kepada pemahaman kata-kata dan simbol-simbol sejenis. Secara khusus, teknologi audio-visual cenderung mempunyai karakteristik sebagai berikut : (1) bersifat linier; (2) menampilkan visual yang dinamis; (3) secara khas digunakan menurut cara yang sebelumnya telah ditentukan oleh desainer/pengembang; (3) cenderung merupakan bentuk representasi fisik dari gagasan yang riil dan abstrak: (4) dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip psikologi tingkah laku dan kognitif; (5) sering berpusat pada guru, kurang memperhatikan interaktivitas belajar si pembelajar.
A.Hubungan TIK dengan peningkatan kualitas pendidikan kita Penggunaan alat-alat pembelajaran yang modern dalam pendidikan mempengaruhi proses belajar-mengajar itu sendiri. Dengan menggunakan alat pembelajaran yang modern, anak didik akan termotivasi belajar dengan lebih aktif. Aktifitas belajar anak didik akan lebih tinggi intensitansnya dibandingkan metode belajar mengajar yang hanya menggunakan kapur dan papan tulis saja. Saat ini teknologi tradisional telah semakin terdesak oleh adanya teknologi modern. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga telah menimbulkan perubahan dalam nilai-nilai, baik nilai sosial, budaya, spiritual, intelektual, maupun material. Perkembangan IPTEKS juga menimbulkan kebutuhan baru, aspirasi baru, sikap hidup baru, dimana hal ini menuntut perubahan pada sistem dan isi kurikulum / Pendidikan ( Sukmadinata,1988:110). Dalam siklus IPTEKS, manusia itu perlu disempurnakan dengan pendidikan tanpa pendidikan manusia unggul yang terampil dan berbudaya dan berfalsafah tidak mungkin dapat dihasilkan ( Gaffar, 1987:32) Selain yang tergambar diatas, maka Visi mata pelajaran Teknologi Informasi dan komunikasi (TIK) yaitu agar siswa dapat menggunakan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi secara tepat dan optimal untuk mendapatkan dan memproses informasi dalam kegiatan belajar, bekerja, dan aktifitas lainya sehingga siswa mampu berkreasi, mengembangkan sikap inisiatif, mengembangkan kemampuan eksplorasi mandiri, dan mudah beradaptasi dengan perkembangan yang baru . Pada hakekatnya , Kurikulum Teknologi Informasi dan komunikasi menyiapkan siswa agar dapat terlibat pada perubahan dan perubahan dalam variasi penggunaan teknologi. Siswa menggunakan TIK untuk mencari, mengeksplorasi, menganalisis, dan saling tukar informasi secara kreatif namun bertanggung jawab. Dalam hal ini dapat diberikan contoh yang sangat kongrit dari pada penggunaan TIK dalam proses pembelajaran di kelas misalnya Strategi pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan materi dan kondisi siswa dapat meningkatkan partisipasi dari semua peserta didik dan kelompok dalam satu kelas yang antara lain meliputi :
1.Pemanfaatan studi kasus dari berbagai sumber informasi
2.Dorongan dari guru agar siswa menjadi pembelajar yang otodidiak 3 Dorongan agar siswa mau berpikir kritis mengenai isu-isu dalam teknologi informasi
4. Fasilitas belajar secara efectif melalui praktek langsung, refleksi, dan diskusi
5. Peningkatan kemampuan kerjasama termasuk aktifitas yang melibatkan siswa untuk bekerja sama dalam kelompok kecil atau dalam tim
6. Penumbuhan sikap menghargai usaha siswa untuk memicu kreativitas mereka
7. Pemanfaatan sumber-sumber yang merefleksikan minat dan pengalaman siswa
8. Pemberian akses pada semua siswa untuk menggunakanberbagai sumber belajar dan
Penguasaan berbagai alat bantu belajar
9. Penyajian/presentasi hasil karya siswa di majalah didinding atu atara khusus pame –
Ran misalnya pada saat rapot atau acara lainya
10.Penyajian / presentasi hasil karya siswa di web klub teknologi Informasi dan Komunikasi
11.Penyajian / presentasi publikasi hasil karya siswa pada sekolah, atau brosur khusus TIK.
Dan berbagai multi fungsi lainya dalam penggunaan TIK untuk meningkatkan kuali –
tas pendidikan kita di tanah air.

B.TIK sebagai media pembelajaran.
Media pembelajaran yang dipilih untuk menunjang proses pembelajaran harus sesuai dengan metode pembelajaran yang digunakan. Misalnya, tujuan pembelajaranya “peserta didik diharapkan terampil menggunakan computer”, dengan media pembelajaranya adalah computer secara nyata ( realita), maka metode pembelajaran yang tepat untuk digunakan adalah yang sifatnya praktis seperti metode latihan, bukan dewngan metode ceramah atau yang lainya. Penggunaaan metode dan media pembelajaran yang bervariasi akan mampu menghidupkan suasana pembelajaran, mendorong motivasi belajar dan memudahkan memahami konsep konsep yang abstrak atau rumit ( Munir, 2008 : 141 ) Adapun bebrapa metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran melalui TIK adalah seperti : Cooperative Learning, Collaborative Learning, Reseources – based learning, Problem based learning, Project – basedlearning, Discovery learning, independent learning. Dalam hal ini terdapat beberapa pemanfaatan TIK secara langsung seperti diuraikan di bawah ini yakni:
( 1) Sebagai ketrampilan ( skill) dan kompotensi
(2) sebagai infrastruktur pembelajaran
(3) sebagai bahan sumber
(4) sebagai alat bantu dan fasilitas pembelajaran
(5) sebagai pendukung manejemnt pebelejaran dan
(6) sebagai system pendukung keputusan


a.Kelebihan-kelebihan TIK.
Cepat, konsisten, jitu, kepercayaan, meningkatkan produktifitas, mencetuskan kreatifitas..
b. Sasaran TIK.
1. Meningkatkan evektifitas, dan evesiensi kerja
2. Memangkas jalur
3. Memperluas akses terhadap pihak lain
4. Memudahkan pengawasan langsung pada obyek
5. Dapat mengevaluasi setiap saat untuk perencanaan berikutnya
6. Dapat memberi keputusan pasti.

Itulah beberapa fungsi dan peranya penggunaan TIK sebagai media pembelajaran dalam meningkatkan kualitas pendidikan di tanah air kita, dan diharapkan dapat merata serta terjangkau di semua pelosok dimana pendidikan itu berada.

BAB III.
P E N U T U P.

Dari pembahasan berdasrkan Latar belakang, dan munculnya berbagai teori maka hal ini dapat disimpulkan antara lain :
1 Tuntutan perkembangan IPTEK saat ini mau dan tidak mau media TIK adalah sumber belajar yang paling tepat dalam meningkatkan sumber daya manusia.
2.Implikasi munculnya power of TIK akan berdampak positif dan juga negative, sehingga perlu adanya shering penggunaanya dalam berbagai bentuk.
3.TIK dapat dikembangkan untuk semua kalangan baik peserta didik, mahasiswa , professional, bissnis stakeholder .dan lain-lain sebagaianya.




Daftar Pustaka.

Abdulhak Ishak, (2006), Rancang Bangun Konsep Teknologi pendidikan, Rujukan
Materi Workshop Pengembangan Teknologi Pendidikan UPI Bandung.
Munir, ( 2008 ), Kurikulum berbasis teknologi informasi dan Komunikasi, Band-
Ung: Alfabeta.
Sedarmayati, ( 2008), Tata Kerasipan dengan Memanfaatkan Teknologi Modern,
Bandung: Mandar Maju
Sudrajat, Akhmad, ( 2008 ),Landasan Kurikulum.
http://Akhmaduradjat.wordpress.com.

Selasa, 02 Februari 2010

Pengaruh Filsafat Terhadap Kemunduran Islam.

.oleh. M.faqih Seknun.

Pengaruh Filsafat Terhadap Kemunduran Islam
Pengantar
Lahirnya filsafat di Dunia Islam memang tidak dapat dipisahkan dari tradisi ilmu kalam yang mendahuluinya. Sebelumnya, para mutakallimin memang telah menggunakan mantiq (logika) dalam tradisi kalam mereka, baik untuk membantah maupun menyusun argumentasi. Dalam hal ini, bukti paling akurat dapat dilacak dalam kitab al-Fiqh al-Akbar, karya Abu Hanifah (w. 147 H/768 M).1 Selain menggunakan mantik, beliau juga menggunakan istilah filsafat, seperti jawhar (substabsi) dan ‘aradh (aksiden), yang notabene banyak digunakan Aristoles dalam buku-bukunya.
Ini membuktikan, bahwa mantik sebagai teknik pengambilan kongklusi (kesimpulan) telah digunakan oleh ulama kaum Muslim pada abad ke-2 H/8 M. Hanya saja, ini tidak secara otomatis menunjukkan bahwa filsafat telah dikaji secara mendalam pada zaman itu. Bukti di atas hanya membuktikan pemanfaatan logika mantik dalam menghasilkan kongklusi. Kesimpulan ini juga tidak dapat digunakan untuk menarik kongklusi yang lebih luas mengenai kemungkinan logika telah dipelajari secara mendalam oleh para mutakallimin, sebagaimana logika yang diuraikan oleh Ibn Sina.2 Sebab, bukti yang akurat menunjukkan, bahwa perkembangan pemikiran filsafat Yunani di negeri Islam baru terjadi setelah aktivitas penerjemahan pada zaman Abbasiyah.
Meski demikian, penggunaan logika (mantik), diakui atau tidak, telah membuka celah masuknya filsafat di Dunia Islam. Karena itu, pasca generasi Washil, filsafat Yunani kemudian dipelajari secara mendalam oleh ulama Muktazilah, separti Dhirar bin Amr, Abu Hudhail al-‘Allaf, an-Nazhzham, dan lain-lain. Dari sinilah kemudian, lahir karya mereka, seperti Kitâb ar-Radd ‘alâ Aristhâlîs fî al-Jawâhir wa al-A‘râdh, karya Dhirar bin ‘Amr, Al-Jawâhir wa al-A‘râdh dan Tathbît al-A‘râdh, karya Abu Hudhail al-‘Allaf, Kitâb al-Manthiq dan Kitâb al-Jawâhir wa al-A‘râdh, karya an-Nazhzham.3
Di samping itu, penyebaran filsafat ini semakin meningkat, khususnya sejak al-Makmun, murid Abu Hudhail al-‘Allaf, tokoh Muktazilah Baghdad, mendirikan Baitul Hikmah tahun 217 H/813 M; sebuah pusat kajian filsafat yang dipimpin oleh Yuhana bin Masawih. Di kota ini juga al-Kindi (w. 260 H/873 M) banyak berinteraksi dengan para penerjemah filsafat dari bahasa Yunani dan Syria ke dalam bahasa Arab, seperti Yahya bin al-Baitriq (w. 200 H/815 M) dan Ibn Na‘imah (w. 220 H/830 M).4 Di sinilah al-Kindi juga dibesarkan sebagai filosof Arab yang pertama. Setelah itu, menyusul nama-nama seperti al-Farabi (w. 339 H/951 M) dan Ibn Sina (w. 428 H/1049 M). Mereka adalah para filosof yang hidup di Timur. Di Barat, lahir nama-nama seperti Ibn Bajjah (478-503 H/1099-1124 M), Ibn Thufail (w. 581 H/1185 M),5 dan Ibn Rusyd (w. 600 H/1217 M).
Secara umum, ciri filsafat mereka tidak jauh dari filsafat Yunani yang didominasi oleh Plato dan muridnya, Aristoteles. Baik pandangan al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Bajjah, Ibn Thufail maupun Ibn Rusyd, semuanya nyaris hanya membela pandangan Plato atau Aristoteles. Kadang-kadang mereka terlibat untuk mengkompromikan kedua pandangan tokoh ini, seperti yang dilakukan oleh al-Farabi, atau bahkan mencoba mengkompromikan Islam dengan pandangan kedua filosof Yunani tersebut, seperti yang dilakukan oleh al-Kindi6 atau Ibn Rusyd.7 Karena itu, tepat sekali apa yang dikemukakan oleh Ibn Khaldun yang menyatakan bahwa mereka hanyalah para penjiplak (al-muntahilûn). Artinya, apa yang mereka tulis itu bukan merupakan pemikiran mereka sendiri, melainkan pemikiran-pemikiran yang dikembangkan oleh para filosof Yunani sebelumnya. Jumlah mereka, kata an-Nabhani, tidak banyak, sehingga pandangan-pandangan mereka tidak menjadi arus utama pemikiran umat Islam pada zamannya.
Sementara itu, filsafat Persia dan India juga berkembang di Dunia Islam, terutama setelah ditaklukkannya kedua wilayah tersebut pada zaman permulaan Islam. Hanya saja, kalau filsafat Yunani telah melahirkan para filosof Muslim, maka filsafat Persia dan India tidak. Salah satu faktornya adalah karena minimnya referensi kedua filsafat tersebut—kalau tidak boleh dibilang tidak ada—yang bisa dikaji oleh kaum Muslim.

Adakah Filsafat dalam Islam?
Secara harfiah, istilah filsafat itu berasal dari kata philosophia. Menurut Ibn Nadim (w. 380 H/985 M), mengutip keterangan Plutarch (± 100 M), istilah ini mula-mula digunakan oleh Phytagoras (572-497 SM),8 yang kemudian diarabkan menjadi al-falsafah. Kemungkinan yang mengarabkan pertama kali adalah Yahya bin al-Baitriq (w. 200 H/815 M), penerjemah buku Timeaus, karya Plato. Sebab, kata philosophy (Arab: falsafah) itu ada di dalam buku tersebut.9 Hanya saja, bukti yang paling otentik penggunaan istilah tersebut dapat ditemukan dalam Kitab al-Falsafah al-Ulâ fî mâ dûna ath-Thabi‘iyyah wa at-Tawhîd, karya al-Kindi.10
Philosophia itu sendiri berasal dari bahasa Greek (Yunani Kuno), yaitu philos dan sophia. Philos artinya cinta; atau philia berarti persahabatan, kasih sayang, kesukaan pada, atau keterikatan pada. Sophia berarti hikmah (wisdom), kebaikan, pengetahuan, keahlian, pengalaman praktis, dan intelegensi.11
Philosophia, menurut al-Syahrastani (w. 548 H/1153 M), berarti mahabbah al-hikmah (cinta pada kebijaksanaan), dan orangnya (faylasuf) disebut muhibb al-hikmah (orang yang mencintai kebijaksanaan).12 Ini seperti yang dinyatakan oleh Socrates dalam Mukhtashar Kitâb at-Tuffâhah (Ringkasan Kitab Apel).13
Saecara khusus, hikmah (wisdom) ini kemudian dibagi menjadi dua: qawliyyah (intelektual) dan ‘amaliyyah (praktis).14 Sebab, kebahagiaan (happiness) yang dikehendaki oleh filosof adalah substansinya; virtuous activity is identical with happiness (melakukan kebaikan adalah identik dengan kebahagiaan).15 Kebahagiaan itu sendiri hanya bisa diraih melalui wisdom, baik dengan mengetahui kebenaran (knowledge of the good) maupun melaksanakan kebaikan (virtuous activity).16
Istilah filsafat ini kemudian digunakan oleh al-Kindi dengan konotasi: pengetahuan tentang hakikat sesuatu sesuai dengan kemampuan manusia.17 Al-Farabi menyebutnya sebagai pengetahuan tentang eksistensi itu sendiri.18 Al-Khawarizmi menyebutnya pengetahuan tentang hakikat benda dan perbuatan yang berkaitan dengan mana yang lebih baik sehingga dapat diklasifikasikan: yang teoretis (nazhari) dan yang praktis (‘amali).19
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan, bahwa filsafat itu bukan merupakan pengetahuan an sich, tetapi juga merupakan cara pandang tentang berbagai hal, baik yang bersifat teoretis maupun praktis. Secara teoretis, filsafat menawarkan tentang apa itu kebenaran (al-haq)? Secara praktis, filsafat menawarkan tentang apa itu kebaikan (al-khayr)? Dari dua spektrum inilah kemudian filsafat merambah ke berbagai wilayah kehidupan manusia, sekaligus memberikan tawaran-tawaran solutifnya. Karena itu, dalam konteks inilah, Ibn Qayyim al-Jauziyah (w. 751 H/1350 M) berkesimpulan, bahwa filsafat adalah paham (isme) di luar agama para nabi. Disamping itu, filsafat memang ajaran yang murni dihasilkan oleh akal manusia.20
Jika demikian faktanya, maka jelas filsafat itu—baik sebagai ajaran maupun pengetahuan—tidak ada dalam Islam. Sebab, Islam telah mengajarkan tentang al-haq (kebenaran) dan al-khayr (kebaikan), termasuk cara pandang yang khas tentang keduanya. Bukan hanya itu, Islam juga telah menjelaskan hakikat dan batasan akal, metode berpikir dan pemikiran yang dihasilkannya. Tentang yang terakhir ini, barangkali dapat merujuk buku at-Tafkîr karya Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani.

Dampak Filsafat Terhadap Kemunduran Umat Islam
Harus ditegaskan kembali, bahwa pemikiran filosof pada zaman Kekhilafahan Islam memang bukan merupakan arus utama. Namun, pola berpikir mereka, khususnya penggunaan logika (mantik), telah merambah hampir ke seluruh bidang; mulai dari bidang akidah, usul fikih hingga tasawuf—meski fikih tetap harus dikecualikan dari penggunaan logika tersebut.
Di bidang akidah, penggunaan logika (mantik) ini telah melahirkan perdebatan panjang di kalangan para ulama usuluddin sehingga melahirkan ilmu kalam. Lahirnya ilmu kalam bukannya mengakhiri masalah, tetapi justru sebaliknya. Ilmu kalam inilah yang menyebabkan akidah kaum Muslim diwarnai dengan perdebatan demi perdebatan. Akibatnya, akidah mereka telah kehilangan substansinya sebagai pondasi. Sebab, akidah tersebut telah oleng. Para ulama ushuluddin yang juga ulama ushul fikih itu kemudian membawa pola berpikir tersebut dalam bidang ushul fikih. Perdebatan tentang hasan, qabîh, khayr, syarr, sampai muqaddimah (premis) pun terbawa. Karena itu, tidak pelak lagi, ushul fikih pun dipenuhi dengan perdebatan ala mutakallimin. Akibatnya, ushul fikih tersebut telah kehilangan substansinya sebagai kaidah (pondasi), yang digunakan untuk menggali hukum.
Fenomena pertama, diakui atau tidak, telah menyebabkan hilangnya gambaran kaum Muslim tentang qadhâ’ dan qadar, takdir, surga, neraka, serta keimanan yang bulat kepada Allah. Kondisi ini diperparah dengan pandangan sufisme—yang banyak dipengaruhi filsafat Persia dan India—seputar kehidupan panteistik, asketik, dan lain-lain. Semuanya ini pada gilirannya menyebabkan disorientasi kehidupan kaum Muslim.
Kemudian, fenomena kedua telah menyebabkan hilangnya ketajaman intelektual kaum Muslim dalam menyelesaikan persoalan. Daya kreativitas mereka menjadi tumpul. Ushul fikih berkembang, tetapi ijtihad mandeg; bukan semata-mata karena adanya seruan ditutupnya pintu ijtihad, tetapi juga karena hilangnya vitalitas ushul fikih sebagai kaidah istinbâth (penggalian hukum).
Setelah semuanya itu, maka sempurnalah kejumudan kaum Muslim sehingga mereka tidak mampu menyelesaikan berbagai persoalan baru yang silih berganti, yang mereka hadapi. Bertambahnya wilayah baru pada zaman Khilafah Utsmaniyah, diakui atau tidak, telah memunculkan persoalan baru. Akan tetapi, karena kemampuan ijtihad itu telah hilang, masalah pun akhirnya menumpuk. Beban mereka pun semakin hari semakin berat. Karena itu, ketika Barat bangkit dengan renaissance-nya, mereka pun bingung: menerima kemajuan Barat, dengan segala produknya, atau menolaknya. Pada saat itu, ada yang secara ekstrem menolak segala produk Barat, dan ada yang sebaliknya. Hanya saja, tidak ada satupun di antara mereka yang bisa membedakan: mana tsaqâfah, dan mana ‘ulûm; mana hadhârah dan mana madaniyah.
Seiring dengan kakalahan kelompok yang pertama, maka semua produk Barat mulai diambil oleh kaum Muslim, mulai yang bersifat fisik sampai non-fisik. Dari sanalah, perundang-undangan ala Barat mulai diperkenalkan kepada kaum Muslim. Lalu model fikih taqnîn (yang berbentuk undang-undang dengan pasal perpasal) pun mulai muncul; sebut saja kitab al-Ahkâm al-’Adliyyah. Setelah itu, perundang-undangan Barat mulai masuk dan menggantikan perundang-undangan Islam. Kemudian terjadilah pemisahan mahkamah menjadi: sipil dan syariah. Demikian seterusnya hingga sedikit demi sedikit hukum Islam pun lenyap dari peredaran dan tidak lagi diterapkan, selain dalam bidang ahwâl syakhshiyah.
Selanjutnya, tepat pada tanggal 3 Maret 1924 M, pemberlakukan hukum Islam pun diakhiri dengan dibubarkannya institusi Khilafah, dan dibekukannya Islam oleh Kamal Attaturk. Setelah itu, sampai saat ini, kehidupan kaum Muslim terus terpuruk. Wallâhu a‘lam. [Mohammad Maghfur Wachid]
==============
1. Abu Hanifah mengatakan, “Allah Swt. adalah satu (yang diketahui) bukan melalui angka, tetapi dengan cara, bahwa Dia tidak mempunyai sekutu.” Lihat: Abu Hanifah, Matan al-Fiqh al-Akhbar, hlm. 323. Ini melanjutkan perdebatan Plato tentang angka, apakah angka merupakan substansi atau aksiden. Untuk keluar dari perdebatan tersebut, kelihatannya Abu Hanifah menggunakan jawaban taktis di atas.
2. Menurut Ibn Sina, mantiq (logika) meliputi sembilan bagian. Pertama, pembahasan tentang pembagian lafal dan makna, yang dijelaskan dalam kitab yang populer dengan judul, al-Madkhal, karya Pirtoes. Kedua, pembahasan mengenai makna angka tunggal, yang dijelaskan dalam kitab Categories, karya Aristoteles. Ketiga, pembahasan mengenai susunan makna tunggal secara positif dan negatif, yang dijelaskan dalam kitab On Interpretation, karya Aristoteles. Keempat, pembahasan mengenai susunan proposisi, atau analogi, yang dijelaskan dalam kitab Prior Analytics, karya Aristoteles. Kelima, pembahasan untuk mengetahui secara mendalam mengenai syarat-syarat analogi dalam menyusun proposisi yang menjadi premis-premisnya. Ini dijelaskan dalam kitab Ponethyca, karya Aristoteles. Keenam, pembahasan mengenai analogi yang bermanfaat untuk menyerukan kepada orang yang kurang paham. Ini dijelaskan dalam kitab Tonica, karya Aristoteles. Ketujuh, pembahasan mengenai kesalahan berpikir yang terjadi dalam penyusunan argumentasi dan penggunaan dalil, yang terangkum dalam kitab On Sophistical Refutations, karya Aristoteles. Kedelapan, pembahasan yang berisi standar pidato yang bermanfaat, yang terangkum dalam kitab Rethoric karya Aristoteles. Kesembilan, pembahasan yang berisi ungkapan bersyair, yang terangkum dalam buku Rethoric karya Aristoteles. Ibn Sina, Risâlah fî Aqsâm al-‘Ulûm al-‘Aqliyyah, hlm. 271-272.
3. Ibn al-Nadim, al-Fihrist, hlm. 288, 299 dan 286.
4. Badawi, al-Falsafah, hlm. 156.
5. Ibn Tufayl, Hayy bin Yaqzhân, ed. Ahmad Amīn, Dar al-Ma‘arif, Mesir, 1952, hlm. 62.
6. Al-Kindi, Rasâ’il al-Kindi, hlm. 35 dan 36.
7. Ibn Rusyd, Fasl al-Maqâl fî mâ bayna al-Syari‘ah wa al-Hikmah min al-Ittishâl, hlm. 33.
8. Ibn Nadim, al-Fihrist, Dar al-Kutub al-’Ilmiyyah, hlm. 400.
9. Ibid. hlm. 402; Plato, Timeaus, http://books.mirror.org/gb.plato.html., 19 November 2001.
10. Ibn Nadim, ibid, hlm. 415.
11. Tim Rosda, Kamus, hlm. 249.
12. Al-Syahrastani, al-Milal wa an-Nihal, hlm. 364; Aristoteles, Nicomachean Ethics, Book I, Part 6, http://books.mirror.org/gb.aristotle.html., 19 November 2001.
13. Socrates, Mukhtashar Kitâb al-Tuffâhah al-Mansûb li Suqrâth, hlm. 222; Aristoteles, Kitâb al-Tuffâhah al-Mansûb li Aristhûtâlis, hlm. 234. Lihat: Plato, Fîdûn wa Kitâb at-Tuffâhah, ed. Ali Sami an-Nasysyar dan Abbas asy-Syarbini, Dar al-Ma‘rifah, Mesir, 1974, hlm. 222 dan 234.
14. Lihat: Aristoteles, Nicomachean Ethics, http://books.mirror.org/gb.aristotle.html., 19 November 2001; Aristoteles, Politics, http://books.mirror.org/gb.aristotle.html., 19 November 2001.
15. Aristoteles, Ibid.
16. Aristoteles, Prior Analytics, http://books.mirror.org/gb.aristotle.html., 19 November 2001.
17. Al-Kindi, Rasâ’il al-Kindi al-Falsafiyyah, ed. Abu Ridah, Kairo, 1950, Juz I, hlm. 97.
18. Al-Farabi, al-Jam‘ Bayn Ra’yay al-Hakîmayn, ed. Albert Nashri Nader, al-Mathba‘ah al-Kathulikah, Beirut, 1969, hlm. 81.
19. Klasifikasi ini dilakukan oleh Aristoteles, yang telah membagi hikmah (wisdom) menjadi dua, yaitu praktis dan teoretis. Lihat: Aristoteles, Nicomachean Ethics, Book I, Part 8 dan 13, http://books.mirror.org/gb.aristotle.html., 19 November 2001.
20. Ibn Qayyim, Ighâthah al-Lahfân min Mashâyid al-Syaythân, ed. Muhammad al-Faqqi, t.p., t.t., hlm. 257.

penelitian dan Needs Assessment

by. M. Faqih SEknun.


Penelitian Kuantitatif
Penelitian Kuantitatif dapat diartikan sebagai Metode Penelitian yang berlandaskan pada Filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sample tertentu, teknik pengambilan sample pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan Instrument penelitian, analisis data bersifat kuantitatif / statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Bentuk penelitian ini pada prinsipnya adalah untuk menjawab masalah. Masalah merupakan penyimpangan dari apa yang seharusnya. Dengan apa yang terjadi sesungguhnya. Penyimpangan antara aturan dengan pelaksanaan , teori dengan praktek, perancanaan dengan pelaksanaan, dan sebagainya. Penelitian Kuantitatif bertolak dari studi pendahuluan dari obyek yang diteliti ( Preliminary study ) untuk mendapatkan yang betul –betul masalah. Dalam desain Kuantitatif, istilah – istilah didefinisikan pada awal penelitian dan dengan bahasa yang lebih abstrak atau dalam bahasa yang bersifat operasional.

b. Penelitian Kualitatif
Metode Peneliatian Kualitatif adalah metode penelitian yang berlandasakan pada filsafat postposivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, ( sebagai lawanya adalah eksperimen )
2
dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowbaal , teknik pengumpulan dengan trianggulasi ( gabungan ) analisis data bersifat induktif / kuantitatif dan hasil penelitian kuantitatif lebih merekankan makna dari pada generalisasi.

c. Needs Assesment.
Needs Assesment. Adalah Suatu cara atau metode untuk mengetahui perbedaan antara kondisi yang diinginkan atau yang seharusnya ( should to be ) atau yang diharapkan dengan kondisi yang ada. Diamana kondisi yang diinginkan sering disebut dengan kondisi Ideal, sedangkan kondisi yang ada sering disebut kondisi real / nyata.
Analisis kebutuhan atau Needs assessment sebagai suatu proses Formal untuk menentukan jarak atau kesenjangan antara keluaran berdampak yang nyata. Dengan kondisi nyata dengan dan dampak yang diinginkan, kemudian merupakan deretan kesenjangan ini dalam skala prioritas, lalu memilih hal yang paling penting untuk diselesaikan masalahnya.
( Dalam kontak pendidikan kebutuhan dimaksudkan Needs Assesment itu dimaksudkan atau diartikan suatu kondisi yang memperlihatkan adanya kesenjangan antara kenyataan yang ada dan kondisi yang diharapkan ).

d. Research dan Development.
Borg and Gall, (1988 dalam Sugiyono 2008 : 9 – 10 )
Menyatakan bahwa , penelitian dan pengembangan ( research and development / R & D) , merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mengembangkan atau memualidasi produk – produk yang digunakan dalam pendidikan dan pembelajaran, penelitian dan Pengembangan merupakan “ jempatan “ antara penelitian dasar ( basic research ) dengan penelitian terapan ( applied research ) dimana penelitian dasar bertujuan untuk “ to discover New Knowledge About Fundamental
3
Phenomena “ dan bertujuan untuk menemukan pengetahuan yang secara praktis dapat diaplikasikan. Walaupun ada kalanya penelitian terapan juga untuk mengembangkan produk. Penelitian dan pengembangan bertujuan untuk menemukan, mengembangkan dan memualidasi suatu produk.

Jawaban Nomor 2.
Dalam hal ini saya mengambil Rancangan proposal dengan bentuk penelitian kualitatif sebagai contoh proposal dan pengembangannya sebagai berikut

Kerangka Proposal sebagai berikut :
a. Judul / Topic penelitian :
Model Alternatif Sistem dan pengembangan manajemen pendidikan untuk mempersiapkan tenaga kerja Industri permesinan Modern.
b. Latar belakang.
Kebijakan Pemerintah dalam pembangunan industri sebagai upaya untuk meningkatkan nilai tambah ditujukan untuk memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, menyediakan barang dan jasa yang bermutu dengan harga yang bersaing baik dipasar dalam maupun luar Negeri.
Keberhasilan Pembangunan dalam berbagai Sektor dan khususnya Industri akan sangat ditenteukan oleh Faktor Manusia. Seperti dinyatakan oleh Gaffar 1987 dalam Sugiyono 2008 : 165 ) bahwa keberhsilan pembangunan itu sangat ditentukan oleh faktor Manusia, dan manusia mempunyai kemampuan membangun. Kemampuan membangun ini hanya dapat dibina melalui pendidikan.
d. Pertanyaan – pertanyaan penelitian
Berdasarkan Fokus penelitian yang telah ditetapkan tersebut, maka.maka masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Bagaimana profil pekerjaan pada industri permesinan modern, khususnya pekerjaan komponen mesin.
2. Bagaimana kompontensi tenaga kerja / operatur yang diperlukan untuk mengerjakan pekerjaan dengan mesin – mesin ?
3. Bagaimana perbandingan perkembangan kemampuan kerja antara karyawan lulusan SMK / SMU.
4. Bagaimanakah hubungan antara komponen utama pendidikan dengan komponen Industri.

e. Metode Penelitian
a. Metode
Untuk menunjukan model alternatif
Sitem dan pengembangan Manajamen Pendidikan dalam menyiapkan tenaga kerja industri permesinan yang Optimal, dengan unsur – unsur pokok uang harus ditemukan sesuai dengan butir – butir rumusan masalah,tujuan dan manfaat penelitian,maka digunakan metode penelitian kualitatif.

b. Sumber data dan teknik pengumpulan data. Disini sumber dan teknik
Pengumpulan data dalam penelitian disesuaikan dengan fokus dan tujuan penelitian.

c. Instrument Penelitian
Dalam penelitian ini Instrumen penelitian yang utama adalah peneliti sendiri, namun setelah fokus penelitian menjadi jelas mungkin akan dikembangkan Instrumen penelitian sederhana, yang diharapkan dapat digunakan untuk menjaring data pada sumber data yang lebih luas, dan mempertajam serta melengkapi data hasil pengamatan dan observesi.

d. Teknik Analisis Data
Teknik Analisis Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif, mengikuti konsep yang diberikan Miles And Huberman dan Spraddley.

5
e. Pengujian Kredibilitas Data.
Disimpulkan komponen metode penelitian :
a. alasan menggunakan metode kualitatif
b. tempat penelitian
c. instrument penelitian
d. sample sumber data penelitian
e. teknik pengumpulan data
f. teknik analisis data
g. rencangan pengujian keabsahan data ?

f. Langkah- langkah Penelitian
Dalam hal ini oleh : ( Fraenke dan Wallen, 2007 : 433 – 435 )
1. mengindentifikasi fenomena yang diteliti.
2. mengindentifikasi para partisipan dalam penelitian.
3. membangun Hipotesis dikembangkan dari data karena proses penelitian.
4. pengumpulan data.
5. interprestasi – interprestasi dan simpulan – simpulan.

Demikian uraian singkat jawaban sesuai dengan kemampuan saya.









LITERATURE :


- Jhon W . Cresswell ( 1994 ) Research Desingn Qualitatif dan Quartitative Approaches, Thousand Oaks London.
London New Delhi Internasional Educatoral and Profesional Publishen
- Sugiyono ( 2008 ) Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R & D Penerbit Alfabeta Bandung.
- ………..( 2008 ) memahami penelitian kualitatif dilengkapi contoh proposal dan laporan penelitian CV. Alfabeta Bandung.
- Stuffebeam, Daniel L. ( 1985 ), Conduction Need Assement , Kluwer Academic Publisher U.S.A.