Rabu, 24 Maret 2010

Pengembangan pendidikan dan permasalahannya

Thema :
Tulisan Tentang :PERKEMBANGAN PENDIDIKAN & PERMASALAHANYA .

M. Faqih Seknun.
Jabatan : Dosen Bahasa Inggris IAIN Ambon,
Mahasiswa Pascasarjan Universitas Pendidikan Indonesia ( UPI ) Bandung.
Jurusan Pengembangan Kurikulum S3.

Abstract. ( Tulisan 1 ) M. Faqih Seknun.

Judul PERKEMBANGAN PENDIDIKAN & PERMASALAHANYA.
Pada tahun 1967 saat konferensi internasional diselenggarakan di Williamsburg USA, pengakuan para perencana dan pakar pendidikan tentang munculnya krisi pendidikan dunia (world educational crisis) sebagaimana dikemukakan oleh Coombs (1968) telah menjadi meluas. Terdapat kepedulian terhadap ketidaksesuaian kurikulum. Dalam konteks ini, pertumbuhan pendidikan dan pertumbuhan ekonomi tidak selalu sejalan dan pekerjaan tidak muncul secara langsung sebagai hasil pendidikan. Banyak negara mengalami kesulitan untuk membiayai perluasan pendidikan formal. Disimpulkan dalam konferensi itu bahwa sistem pendidikan formal beradaptasi amat lambat terhadap perubahan sosial ekonomi yang disebabkan bukan semata-mata karena konservatisme pendidikan sekolah, tetapi juga oleh kelambanan (inertia) masyarakat itu sendiri. Dari titik awal pemberangkatan inilah para perencana pendidikan dan ekonomi di Bank Dunia mulai membedakan antara pendidikan formal, non-formal dan informal (Fordhan 1993 : 2 dalam Rujukan Filsafat, Teori, Praksis Ilmu Pendidikan, 2007 : 281) dan pada waktu yang hampir bersamaan ada gerakan dalam UNESCO mengenai pendidikan sepanjang hayat (life-long education) dan masyarakat gemar belajar (the learning society) yang kulminasinya tertuang dalam buku learning to be (laporan Edgar Faure UNESCO 1972), pendidikan sepanjang hayat menjadi The Master Concept dalam membangun sistem pendidikan. (UNESCO 1972 : 182) Dan pengakuan tentang pendidikan formal, informal, dan nonformal mengacu pada definisi yang dikemukakan Coombs (1968) tentang :
1.Pendidikan formal (formal education) didefinisikan oleh Coombs sebagai sistem pendidikan yang berstruktur, bertingkat, berjenjang dimulai dari sekolah dasar sampai universitas dan yang setaraf, termasuk kegiatan belajar yang berorientasi akademik dan umum, bermacam-macam spesialisasi dan latihan teknik serta latihan profesional.
2.Pendidikan nonformal (nonformal education) menurut Coombs (1968) adalah setiap kegiatan pendidikan yang diorganisasikan di luar sistem persekolahan yang mapan baik dilakukan secara terpisah atau sebagai bagian penting dari kegiatan yang lebih besar, dan dilakukan secara sengaja untuk melayani peserta didik tertentu guna mencapai tujuan belajarnya.
3.Pendidikan informal (informal education) menurut Coombs (1968) adalah proses yang berlangsung seumur hidup, yang dalam proses itu setiap orang memperoleh nilai, sikap, keterampiraln dan pengetahuan yang berasal dari pengalaman hidup sehari-hari dan pengaruh sumber-sumber pendidikan dalam lingkungan hidupnya, seperti dari keluarga, teman sepermainan, tetangga, pekerjaan, perpustakaan, pasar, media massa, dan lain-lain.
Sementara itu, dalam Undang-Undang Sisdiknas Republik Indonesia No. 20 Thn. 2003 dapat dibedakan sebagai berikut :
1.Pendidikan formal
Pasal 14, dimana tentang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Pasal 15, jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan dan khusus.
Pasal 16, tentang jalur, jenjang, dan jenjang pendidikan dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah, dan atau masyarakat.
2.Pendidikan nonformal
Pasal 26 ayat 4, yakni
Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.
Ayat (1) pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, menambah dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pedidikan sepanjang hayat.
Ayat (2) pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
Ayat (3) pendidikan nonforlam meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Pasa 27
Pendidikan informal
Ayat (1) Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
Ayat (2) Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.
Ayat (3) ketentuan mengenai pengakuan hasil pendidikan informal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Baik dari tujuan serta karakteristik dari ketiga bentuk sistem pendidikan yakni formal, nonformal, dan informal, yang dikembangkan oleh UNESCO yaitu pendidikan sepanjang hayat (life long education) dalam buku Learning To Be (laporan Edgar Faure UNESCO 1972) dalam konsep membangun sistem pendidikan, serta dikaitkan dengan sistem pendidikan, serta dikaitkan dengan sistem UU Sisdiknas No. 20 Thn. 2003, ynag dikembangkan melalui pasal 14, 15, 16, untuk pendidikan formal, serta pasal 26 ayat 1, 2, 3 dan 4, dalam bentuk pendidikan nonformal, dan untuk pendidikan informal diatur dalam pasal 27 ayat 1, 2, dan 3. Maka di sana terlihat bahwa sistem dan bentuk pelaksanaan pendidikan dimaksud sudah jelas. Artinya bahwa, apa yang diharapkan oleh masyarakat dan pemerintah sudah dikonsepkan dengan baik. Implikasi kurikulum dari masing-masing pendidikan tersebut, sebagaimana penjelasan di bawah ini.
Bahwa suatu kurikulum harus memiliki kesesuaian atau relevansi. Kesesuaian ini meliputi dua hal : Pertama, kesesuaian antara kurikulum dengan tuntutan, kebutuhan kondisi dan perkembangan masyarakat. Kedua, kesesuaian antar komponen-komponen kurikulum, yaitu isi sesuai dengan tujuan, proses sesuai dengan isi dan tujuan, demikian juga evaluasi sesuai dengan proses isi dan tujuan kurikulum.
Dan dalam hal ini, jika dibandingkan diantara bentuk kurikulum dari ketiga bentuk pendidikan dimaksud tampaknya perbedaannya antara pendidikan formal, dan pendidikan nonformal, dan informal lebih bersifat administratif. Karena di sini bobot isi atau kontent ilmu terdapat kesamaan yakni mengarah pada pencapaian tujuan yakni Mastery Learning atau disebut skill full. Di sini dapat dibandingkan bentuk komponen tujuan, waktu penyelenggaraan, isi/materi pembelajaran, sistem peluncuran, penyampaian dan pengawasan, dapat disusun model tipe ideal pendidikan formal dan nonformal seperti di bawah ini :

Model Tipe Ideal Pendidikan Formal dan Nonformal
Komponen Pendidikan FormalPendidikan Non-Formal
Tujuan
- Jangka panjang dan umum
- Berbasis ‘credential’ -
- Jangka pendek dan spesifik
- Tidak berbasis ‘credential’
Waktu Penyelenggaraan
- Siklus panjang/persiapan/penuh waktu -
- Siklus pendek/berulang/penuh waktu isi / Materi.
- Standarisasi/berpusat masukan Akademik
- Persyaratan masuk menentukan calon peserta didik
-Individual/berpusat keluaran Praktikal
-Callon peserta didik menentukan persyaratan masuk
Sistem peluncuran/ penyampaian
-Berbasis institusi, tenolasi dari lingkungan
-Terstruktur kaku, berpusat pada guru dan intensitas sumber yang tinggi - lingkungan, terkait dengan masyarakat
-Fleksibel, berpusat pada peserta didik, dan saving sumber-sumber pengawasan Ekternal/hirarkis
- Internal, mengatur diri sendiri/demokratik
Tujuan pendidikan formal bersifat jangka panjang, artinya ketercapaiannya memerlukan waktu yang panjang dan bersifat umum. Pendidikan formal berbasis credentials dalam pengertian pemerolehan ijazah merupakan aspek amat penting dan menjadi ciri keberhasilan. Sementara itu, tujuan pendidikan nonformal bersifat jangka pendek dan spesifik, untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang segera dapat dipergunakan. Pendidikan luar sekolah menekankan pada belajar yang fungsional yang sesuai dengan kebutuhan dalam kehidupan peserta didik. Dalam pendidikan nonformal, ijazah penting juga, tetapi lebih diutamakan pemerolehan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai sebagai kriteria keberhasilan.
Waktu penyelenggaraan pendidikan formal merupakan siklus yang panjang, bertahun-tahun, bersifat mempersiapkan masa depan. Peserta didik harus mencurahkan pikiran dan tenaganya secara penuh waktu. Sementara itu, waktu penyelenggaraan pendidikan bersiklus pendek, dari beberapa hari sampai beberapa bulan (kecuali program kesetaraan yang sama dengan pendidikan formal), bersifat berulang, dan waktu yang diperlukan bisa bersifat parus waktu……akan ada lanjutan berseri…



Abstract : (Tulisan ke 2 )…M.Faqih Seknun.

Judul : Percepatan Pembangunan Pendidikan di Indonesia serta Penyesuain Kurukulm.
pemerintah Indonesia telah mempercepat pencanangan Millenium Development Goals, yang semula dicanangkan tahun 2020 akan menjadi tahun 2015. Millenuim Development Goals adalah era pasar bebas atau era globalisasi sebagai era persaingan mutu atau kualitas, siapa yang berkualitas dialah yang akan maju dan mampu mempertahankan eksistensinya. Oleh karena itu, pembangunan sumber daya manusia (SDM) berkualitas merupakan suatu keniscayaan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Hal tersebut mutlak diperlukan, kerana akan menjadi penopang utama pembangunan nasional yang mandiri dan berkeadilan, good governance and clean governance, serta menjadi jalan keluar bagi bangsa Indonesia dari krisis, kemiskinan, dan kesenjangan ekonomi (Mulyasa, 2006).
Selanjutnya Mulyasa (2006) juga mengungkapkan bahwa percepatan arus maklumat dalam era globaliasi dewasa ini menuntut semua bidang kehidupan untuk menyelesaikan visi, misi, tujuan, dan strateginya agar sesuai dengan keperluan dan tidak ketinggalan zaman. Penyesuaian tersebut secara langsung mengubah tatanan dalam sistem makro, meso, maupun mikro, demikian halnya dalam sistem pendidikan. Sistem pendidikan nasional senantiasa harus dikembangkan sesuai dengan keperluan dan perkembangan yang terjadi baik di tingkat lokal, nasional, maupun global.
Salah satu komponen penting dan sistem pendidikan tersebut adalah kurikulum, karena kurikulum merupakan komponen pendidikan yang dijadikan acuan oleh setiap satuan pendidikan, baik pengelola maupun penyelenggara; khususnya guru dan kepala sekolah. Oleh kerana itu, semenjak Indonesia memiliki kebebasan untuk menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anak bangsanya, maka semenjak itu pula pemerintah menyusun kurikulum. Dalam hal ini, kurikulun dibuat oleh pemerintah pusat secara sentralistik, dan diberlakukan bagi seluruh anak bangsa di seluruh tanah air Indonesia.
Adanya kurikulum yang dibuat secara sentralistik ini, maka setiap satuan pendidikan diharuskan untuk melaksanakan dan mengimplementasikannya sesuai dengan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan yang disusun oleh pemerintah pusat menyertai kurikulum tersebut. Dalam hal ini, setiap sekolah hanya menjabarkan kurikulum tersebut di sekolah masing-masmg, dan biasanya yang berkepentingan adalah guru.
Tugas guru dalam kurikulum yang sentralistk ini adalah menjabarkan kurikulum yang dibuat oleh pusat ke dalam satuan pelajaran sesuai dengan mata pelajaran masing-masing.
Kurikulum apapun yang akan dikembangkan haruslah mampu mencapai tujuan pendidikan nasional seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pasal 3 yang berbunyi: “Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Undang-Undang RI, 2003).
Tujuan pendidikan menjadi arah semua kegiatan pendidik¬an termasuk dalam pengembangan kurikulum. Menetapkan dan mengembangkan tujuan merupakan langkah awal dalam mengembangkan kurikulum. Pengembangan tujuan kurikulum me¬rupakan suatu keniscayaan yang perlu dilakukan seizin dengan tuntutan masyarakat global dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi dan komunikasi di bidang pendidikan yang berkembang demikian pesatnya.
Pengembangan tujuan kurikulum mencakup pengembangan tujuan pendidikan nasional, tujuan sekolah/institusi, tujuan pembelajaran, dan tujuan mata pelajaran, dan tujuan pembelajaran.
Tujuan Sekolah (Institusional)
Tujuan sekolah atau tujuan institusi merupakan kemampuan yang hendak dicapai melalui kegiatan pendidikan pada lembaga pendidikan (sekolah) tersebut. Setiap jenjang pendidikan, baik pendidikan dasar, pendidikan menengah, maupun pendidik¬an tinggi memiliki tujuan sekolah yang berbeda-beda yang menunjukkan hasil belajar peserta didiknya. Hasil belajar itu berupa pengalaman belajar yang diberikan selama proses pembelajaran.
Tujuan sekolah ada yang hendak dicapai dalam jangka panjang karena bentuk perilaku sebagai hasil belajarnya masih umum. Ada pula tujuan sekolah yang hendak dicapai dalam jangka pendek karena bentuk perilaku sebagui hasil belajarnya sudah bersifat khusus, yaitu perilaku yang bisa diamati atau dapat diukur.
Dalam hal ini untuk implikasi kurikulumnya sebagaimana dalam kriteria, yakni
Kriteria penetapan Materi Kurikulum
Secara umum ada beberapa pertimbangan dalam menetapkan materi kurikulum baik khususnya ditinjau dari sudut siswa, yakni:
a. Tingkat Kematangan Siswa
Seperti yang telah dikemukakan, setiap anak memiliki taraf perkem¬bangan atau taraf kematangan yang berbeda. Tingkat kematangan anak usia SD berbeda dengan tingkat kematangan anak usia SMP. Isi atau materi kurikulum harus sesuai dengan tahap kematangan anak. Tingkat kematangan akan sejalan dengan tingkat perkembangan psikologis anak. Pada tingkat perkembangan psikologis itu selanjutnya akan diketahui tarap kepekaan dan tingkat kemampuan anak terhadap sesuatu. Inilah yang harus kita pertimbangkan dalam pengembangan materi kurikulum. Mengabaikan tingkat kematangan akan membuat materi kurikulum menjadi tidak efektif untuk mencapai tujuan tertenu.
b. Tingkat Pengalaman Anak
Tingkat pengalaman akan menentukan tingkat kemampuan anak dalam melakukan sesuatu. Anak yang mampu menghadapi suatu masalah berarti ia memiliki pengalaman dalam masalah tersebut. Pengalaman inilah yang harus dijadikan dasar dalam menentukan materi kurikulum, sehingga materi itu akan memberikan pengalaman belajar yang lebih tinggi.
c. Taraf Kesulitan Materi
Materi kurikulum harus disusun berdasarkan tingkat kesulitannya. Materi kurikulum harus disusun dari yang mudah menuju yang sulit; dari yang konkret menuju yang abstrak; dari yang sederhana menuju yang kompleks.
Mengapa materi kurikulum harus disusun seperti itu?
Manakala siswa dihadapkan pertama kali dari sesuatu yang kom¬pleks, maka dapat mengurangi motivasi belajar, bahkan kedua materi dimulai dari yang sulit sehingga siswa tidak sanggup mempelajarinya, maka siswa cenderung akan menjadi frustasi. Hal ini tentu saja secara psikologis sangat tidak menguntungkan untuk perkembangan siswa.
Ditinjau dari cakupannya, penentuan materi kurikulum harus didasarkan pada beberapa pertimbangan sebagai berikut:
a. Materi kurikulum mencakup nilai-nilai yang harus ditanamkan pada anak didik sesuai dengan pandangan hidup masyarakat itu.
b. Materi kurikulum adalah materi yang dapat mengembangkan potensi dan kemampuan siswa sesuai dengan minat dan bakat siswa.
c. Materi kurikulum adalah materi yang sesuai dengan disiplin ilmu yang cepat berkembang.
d. Materi kurikulum harus dapat menjawab tantangan dan kebutuhan masyarakat yang cepat berubah.
Hunkins (1988) mengemukakan lima kriteria dalam mengorganisasi isi pelajaran. Pertama, kriteria yang berhubungan dengan uang lingkup isi pelajaran. Kriteria ini menyangkut keluasan dan kedal iman isi kuri¬kulum sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
Kedua, kriteria yang berkaitan dengan keterkaitan at au hubungan antara materi atau isi pelajaran yang satu dengan yang lain. Hal ini dimaksudkan agar pengalaman belajar siswa terjadi secara utuh, tidak terkotak-kotak. Belajar dikatakan bermakna apabila terjadi integrasi antara satu pengalaman belajar dengan pengalaman lainnya.
Ketiga, berkaitan dengan urutan isi dan pengalaman belajar secara vertikal. Artinya pengorganisasian pengalaman belajar harus memiliki kesinambungan. Artinya, jangan terjadi pengulangan isi yang dapat menyebabkan pemahaman siswa tidak berkembang. Isi pelajaran harus di¬susun sedemikian rupa, yang makin lama semakin luas dan mendalam.
Keempat, isi dan pengalaman belajar harus disusun dari yang sederhana menuju yang kompleks secara berkesinambungan, sehingga pema¬haman dan kemampuan siswa berkembang sampai tuntas.
Kelima, yang disebut dengan artikulasi dan keseimbangan. Artikulasi artinya bahwa isi kurikulum harus memiliki keterkaitan baik keterkaitan antara pelajaran yang satu dengan yang lain, maupun keterkaitan dilihat dan tingkat kesulitannya. Sedangkan yang dimaksud dengan keseimbangan adalah, bahwa isi kurikulum harus menyangkut berbagai aspek secara seimbang, baik aspek pengembangan intelektual aspek minat dan bakat siswa, maupun aspek keterampilan yang dibutuhkan sebagai bekal kehidupan siswa.
Dari berbagai level atau tingkatan yang dikembangkan diatas , nampaknya dapat terinspirasi pada kita bahwa sesungguhnya proses pembelajaran bukan sekedar the transfer of knowledge kepada peserta didik, namun sejauh ini perlu dilakukan dan diidentifikasi pengalaman belajar yang kita kenal dengan ( Learning experiences) adalah sejumlah istilah aktivitas siswa yang dilakukan untuk mempereoleh informasi dan kompotensi baru sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Ketika kita berpikir informasi dan kemampuan seperti apa yang harus dimiliki oleh siswa, maka pada saat itu juga kita semestinya berpikir pengalaman belajar yang bagaimana yang perlu didesain agar tujuan dan kompotensi itu dapat diperoleh setiap siswa. Ini sangat penting untuk dipahami, sebab apa yang harus dicapai akan menentukan bagaimana cara pencapainya…



















Abstract : ( Tulisan 3 ) : M. Faqih Seknun.

Judul : Pengembangan KTSP.

Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Pongembangan KTSP mengacu pada SI dan SKL dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah. Penyusunan KTSP untuk psndidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada SI dan SKL serta panduan penyusunan kurikilum yang disusun oleh BSNP .
KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik.
2. Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan jender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterk aitan dan kesinambungan yang berm Jkna dan tepat antarsubstansi.
3. Tanggap terhadap perkembarigan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa Imu pengetahuan, teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
4. Relevan dengan kebutuhan I ehidupan
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, ternasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karenu itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
5. Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompeiensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
1. Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
2. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Jenjang pendidikan yang dikembangkan dalam hal ini adalah level SD prosedur dan pengembangnya. Pengembangan kurikulum tidak dapat lepas dari berbagai faktor maupun aspek yang mempengaruhinya, seperti cara berpikir, sistem nilai (nilai moral, keagamaan, politik, budayadan sosial), proses pengembangan, kebutuhan peserta didik, lingkup (scope) dan urutan (sequence) bahan pelajaran, kebutuhan masyakat maupun arah program pendidikan. Aspek-aspek tersebut akan menjadi bahan yang perlu dipertimbangkan dalam suatu pengembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum merupakan suatu alternatif prosedur dalam rangka mendesain (designing), menerapkan (implementation), dan mengevaluasi (evaluation) suatu kurikulum. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum harus dapat menggambarkan suatu proses sistem perencanaan pembelajaran yang dapat rnemenuhi berbagai kebutuhan dan standar keberhasilan dalam pendidikan.
Berdasarkan perkembangan teori dan pemikiran para ahli kurikulum, maka dewasa ini telah banyak disajikan model-model pengembangan kurikulum. Setiap pengembangan kurikulum tersebut memiliki karakteristik dan ciri khusus pada pola desain, implementasi, evaluasi dan tidak lanjut dalam pembelajaran. Dalam pengembangan kurikulum dapat diidentifikasi berdasarkan basis apa yang akan dicapai dalam kurikulum tersebut, seperti alternatif yang ditekankan pada kebutuhan mata pelajaran, peserta didik, penguasaan kompetensi suatu pekerjaan, kebutuhan masyarakat atau permasalahan sosial. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum perlu dilakukan berdasarkan teori yang telah dikonseptualisasikan secara efektif. Dalam implementasinya sering terjadi dalam pengembangan kurikulum cenderung hanya ditekankan pada pemenuhan mata pelajaran. Artinya, isi atau materi yang dipelajari peserta didik hanya berpusat pada disiplin ilmu yang terstruktur, sistematis dan logis, sehingga selalu mengabaikan pengetahuan maupun kemampuan yang aktual dibutuhkan sesuai perkembangan masyarakat. Ada beberapa model pengembangan kurikulum yang akan dikemukan dalam bahasan ini di antaranya
a. Model Ralph Tyler
Model pengembangan kurikulum yang dikemuk akan Tyler diajukan berdasarkan pada beberapa pertanyaan yang mengarah pada langkah-langkah dalam pengembangan kurikulum, pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:
1) Tujuan pendidikan apa yang diinginkan oleh sekulah?
2) Pengalaman-pengalaman edukatif apa yang dap.it diberikan supaya tujuan itu dapat dicapai?
3) Bagaimanakah bahan itu harus diorganisasi agar efektif?
4) Bagaimanakah untuk mengetahui bahwa tujuan ^ersebuttercapai?
Oleh karena itu, dalam tahapannya Tyler menggunakati 4 tahap yang harus dilakukan dalam pengembangan kurikulum, yang meliputi :
1) Menentukan tujuan pendidikan.
2) Menentukan proses pembelajaran yang harus dlh.kukan.
3) Menentukan organisasi kurikulum.
4) Menentukan evaluasi pembelajaran.
Dalam prosesnya, pengembangan kurikulum secara makro dengan model ini harus melibatkan berbagai pihak seperti Perguruan Tinggi dan masyarakat yang terdiri dari para ahli; bidang studi, kurikulum, pendidikan, psikologi dan perkembangan anak dan bidang lainnyayang terkait.
Organisasi-organisasi kurikulum untuk tingkat/level SD
1. Struktur Kurikulum SD/MI
Struktur kurikulum SD/MI meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam salah satu jenjang pendidikan selama enam tahun mulai Kelas I sampai dengan Kelas VI. Strukur kurikulum SD/MI disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran dengan ketentuan berikut :
a. Kurikulum SD/MI memuat 8 mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri sendiri seperti tertera pada tabel 2.
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan denga ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.
Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat.
Setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
b. Substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SD/MI merupakan "IPA Terpadu" dan "IPS Terpadu".
c. Pembelajaran pada Kelas I s.d. III dilaksanakan melalui pendekatan tematik, sedangkan pada Kelas IV s.d. VI dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran.
d. Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan.
e. Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 35 menit.
f. Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu.
LIHAT Bagan Kurikulum dibawah ini…









Struktur Kurikulum SD/MI
Komponen Kelas dan Alokasi Waktu
I II III IV, V dan VI
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan agama 3
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2
3. Bahasa Indonesia 5
4. Matematika 5
5. Ilmu Pengetahuan Alam 4
6. Ilmu Pengetahuan Sosial 3
7. Seni Budaya dan Keterampilan 4
8. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 4
B. Muatan Lokal 2
C. Pengembangan Diri 2*)
Jumlah 26 27 28 32
*) Ekuivalen 2 jam pembelajaran

Ini adalah struktur atau organisasi kurikulum tingkat SD/MI. Sesuai dengan kurikulum KTSP yang sedang berlaku saat ini di Indonesia…..berlanjuuut….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar